Sunday, May 26, 2019




Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya:

1. Pemimpin yang adil.

2. Pemuda yang tumbuh di atas kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya.

3. Lelaki yang hatinya terpaut dgn masjid.

4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tak bertemu & tak juga berpisah kecuali karena Allah.

5. Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.

6. Orang yang bersedekah dgn sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.

7. Orang yang berdzikir kepada Allah dlm keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.”

(HR. Al-Bukhari no. 620 & Muslim no. 1712)

Penjelasan:

Ketujuh orang yang tersebut dlm hadits di atas, walaupun lahiriah amalan mereka berbeda-beda bentuknya, akan tetapi semua amalan mereka itu mempunyai satu sifat yang sama yang membuat mereka semua mendapat naungan Allah Ta’ala. Sifat itu adalah mereka sanggup menyelisihi & melawan hawa nafsu mereka guna mengharapkan keridhaan Allah & ketaatan kepada-Nya.

1. Pemimpin yang adil.

Dia adalah manusia yang paling dekat kedudukannya dgn Allah Ta’ala pada hari kiamat. Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا
“Orang-orang yang berlaku adil berada di sisi Allah di atas mimbar yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Ar-Rahman Azza wa Jalla -sedangkan kedua tangan Allah adalah kanan semua-. Yaitu orang-orang yang berlaku adil dlm hukum, adil dlm keluarga & adil dlm melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.” (HR. Muslim no. 3406)

2. Pemuda yang tumbuh di atas kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya.

Hal itu karena dorongan & ajakan kepada syahwat di masa muda mencapai pada puncaknya, karenanya kebanyakan awal penyimpangan itu terjadi di masa muda. Tapi tatkala seorang pemuda sanggup utk meninggalkan semua syahwat yang Allah Ta’ala haramkan karena mengharap ridha Allah, maka dia sangat pantas mendapatkan keutamaan yang tersebut dlm hadits di atas, yaitu dinaungi oleh Allah di padang mahsyar.

3. Lelaki yang hatinya terpaut dgn masjid.

Sungguh Allah Ta’ala telah memuji semua orang yang memakmurkan masjid secara umum di dlm firman-Nya:

في بيوت أذن الله أن ترفع ويذكر فيها اسمه يسبح له فيها بالغدو والآصال رجال لا تلهيهم تجارة ولا بيع عن ذكر الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة يخافون يوماً تتقلب فيه القلوب والأبصار ليجزيهم الله أحسن ما عملوا ويزيدهم من فضله والله يرزق من يشاء بغير حساب
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan utk dimuliakan & disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi & waktu petang. Laki-laki yang tak dilalaikan oleh perniagaan & tak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, & (dari) mendirikan sembahyang, & (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati & penglihatan menjadi goncang. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, & supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. An-Nur: 36-38)

Terkaitnya hati dgn masjid hanya akan didapatkan oleh siapa saja yang menuntun jiwanya menuju ketaatan kepada Allah. Hal itu karena jiwa pada dasarnya cenderung memerintahkan sesuatu yang jelek. Sehingga jika dia meninggalkan semua ajakan & seruan jiwa yang jelek itu & lebih mendahulukan kecintaan kepada Allah, maka pantaslah dia mendapatkan pahala yang sangat besar.

4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tak bertemu & tak juga berpisah kecuali karena Allah.

Kedua orang ini telah berjihad dlm melawan hawa nafsu mereka. Hal itu karena hawa nafsu itu menyeru utk saling mencintai karena selain Allah karena adanya tujuan-tujuan duniawiah. Makna ‘mereka tak bertemu & tak juga berpisah kecuali karena Allah’ adalah keduanya bersatu & bermuamalah karena keduanya mencintai Allah. Karenanya kapan salah seorang di antara mereka berubah dari sifat ini (mencintai Allah), maka temannya itu akan meninggalkannya & menjauh darinya karena dia telah meninggalkan sifat yang menjadi sebab awalnya mereka saling menyayangi. Sehingga jadilah ada & tak adanya cinta & sayang di antara keduanya berputar & ditentukan oleh ketaatan kepada Allah & berpegang teguh kepada sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam.

5. Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.

Yakni: Dia diminta oleh wanita yang mengumpulkan status social yang tinggi, harta yang melimpah, & kecantikan yang luar biasa utk berzina dengannya. Akan tetapi dia menolak permintaan & ajakan tersebut karena takut kepada Allah. Maka ini tanda yang sangat nyata menunjukkan dia lebih mendahulukan kecintaan kepada Allah daripada kecintaan kepada hawa nafsu. Dan orang yang sanggup melakukan ini akan termasuk ke dlm firman Allah Ta’ala:

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya & menahan diri dari keinginan hawa nafsunya.” (QS. An-Naziat: 40)

Dan pemimpin setiap lelaki dlm masalah ini adalah Nabi Yusuf alaihissalam.

6. Orang yang bersedekah dgn sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.

Yakni dia berusaha semaksimal mungkin agar sedekah & dermanya tak diketahui oleh siapapun kecuali Allah, sampai-sampai diibaratkan dgn kalimat ‘hingga tangan kirinya tak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya’.

Karenanya disunnahkan dlm setiap zakat, infak, & sedekah agar orang yang mempunyai harta menyerahkannya secara langsung kepada yang berhak menerimanya & tak melalui wakil & perantara. Karena hal itu akan lebih menyembunyikan sedekahnya. Juga disunnahkan dia memberikannya kepada kerabatnya sendiri sebelum kepada orang lain, agar sedekahnya juga bisa dia sembunyikan.

7. Orang yang berdzikir kepada Allah dlm keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.

Ini adalah amalan yang sangat berat & tak akan dirasakan kecuali oleh orang yang mempunyai kekuatan iman & orang yang takut kepada Allah ketika dia sendiri maupun ketika dia bersama orang lain. Dan tangisan yang lahir dari kedua sifat ini merupakan tangisan karena takut kepada Allah Ta’ala.

Kemudian, penyebutan 7 golongan dlm hadits ini tidaklah menunjukkan pembatasan. Karena telah shahih dlm hadits lain adanya golongan lain yang Allah lindungi pada hari kiamat selain dari 7 golongan di atas. Di antaranya adalah orang yang memberikan kelonggaran dlm penagihan utang. Dari Jabir radhiallahu anhu: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang memberikan kelonggaran kepada orang yang berutang atau menggugurkan utangnya, maka Allah akan menaunginya di bawah naungan-Nya.” (HR. Muslim no. 5328)

7 Golongan Yang Mendapat Naungan di Hari Kiamat

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat na...

Tuesday, May 21, 2019



Di akhirat semua amal kebajikan boleh dilihat dan ditimbang. Amal kebajikan datang dengan rupa dan paras yang sangat elok seperti bulan purnama; sementara amal kejahatan kelihatan amat buruk dan busuk.

Ramadhan merupakan satu bulan di mana amalan puasa diwajibkan. Pada hari kiamat ia kelihatan amat cantik. Satu ketika Ramadhan datang ke hadrat Allah swt. memohon sesuatu recommedation bagi manusia yang berpuasa di bulan Ramadhan. Allah bertanya : Apa hajat kau ya Ramadhan?. Ramadhan meminta Allah memakaikan mahkota kepada setiap orang yang berpuasa di bulan ini. Allah lantas perkenankan dengan mengurniakan 1000 mahkota kepada setiap pengamal puasa di bulan Ramadhan. Di samping itu ada tambahan lain iaitu setiap orang diberikan syafaat untuk membebaskan 70,000 orang yang berdosa besar. Kemudian dikahwinkan setiap orang dengan 1000 bidadari yang rupawan. Setiap bidadari itu dilayan oleh 70000 dayang-dayang. Untuk kelengkapan menerawang di syurga mereka diberikan kenaikan BORAQ sebagai kapal terbang.

Ramadhan masih tegak tidak berganjak. Allah bertanya "Apa lagi kehendakmu ya Ramadhan?" Ramadhan meminta Allah menempatkan pengamal puasa Ramadhan supaya ditempatkan bersama Nabi di Syurga Firdaus. Allah memperkenankan hajatnya dengan tambahan setiap orang diberi 100 bandar daripada permata merah ya'qut. Setiap bandar pula dilengkapkan dengan 1000 mahligai. Betapa hebatnya pengurniaan Allah terhadap orang yang berpuasa di bulan Ramadhan.


Moral & Iktibar

Setiap amal kebajikan akan memberi pertolongan kepada pengamalnya sama ada di dalam kubur atau di akhirat kelak Fadhilat Ramadhan amat banyak tidak terbatas. Amalan puasa diberikan balasan tanpa had.
Mengosongkan perut kerana mengharap keredhaan Allah adalah satu amalan yang terpuji.
Balasan bagi orang berpuasa di bulan Ramadhan atas hak Allah teristimewa dalam Lailatul-Qadr.
Orang berpuasa tinggal bersama nabi di Syurga Firdaus.
Mereka tinggal dalam kediaman yang tidak dapat digambarkan dengan mata kepala bersama bidadari dan kenaikan yang paling canggih.
Amat rugilah mereka yang tidak berpuasa dengan adab yang betul sepanjang Ramadhan ini.




@@@-------------------------@@@




Dialog Bulan Ramadan Di Hadapan Allah

Di akhirat semua amal kebajikan boleh dilihat dan ditimbang. Amal kebajikan datang dengan rupa dan paras yang sangat elok seperti bulan pur...

Thursday, May 16, 2019


Istri Nabi Nuh Wanita Yang Durhaka ~ Allah swt mengisyaratkan kisah Nabi Nuh as dalam beberapa surah Al-Quran, diantaranya surah Al-A'raf, Yunus, Hud, Al-Anbiya, Al-Mu'minun, Al-Syu'ara, Al-Ankabut, Al-Shaffat, dan Al-Qamar. Bahkan, secara khusus Allah menamai sebuah surah dalam Al-Quran dengan nama Nuh. Hanya, dari sekian banyak ayat yang mengisahkan tentang istri Nabi Nuh, tidak ada satu pun yang menyebutkan secara langsung tentang istri Nabi Nuh, kecuali dalam satu ayat yang terdapat dalam Surah Al-Tahrim.

"Allah telah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan hamba yang saleh diantara hamba-hamba Kami. Lalu, kedua istri itu mengkhianati kedua suaminya. Maka, kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah. Dan, dikatakan kepada (keduanya), "Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)!" [QS. Al-Tahrim 66 : 10]


Ketika Allah mengutus Nabi Nuh as tidak banyak orang yang beriman kepadanya. Bahkan, istrinya pun termasuk salah seorang dari yang tidak beriman. Dia ditelan banjir bandang bersama orang-orang yang tidak beriman lainnya. Dia binasa bersama dengan mereka yang binasa.

Istri Nabi Nuh yang tidak beriman tersebut adalah perempuan yang melahirkan empat anak Nuh, yaitu Ham, Sam, Yafis, dan Yam. Nama yang terakhir ini lebih dikenal dengan nama Kan'an yang ikut ditelan banjir.

Istri-Nabi-Nuh-Wanita-Yang-Durhaka
Hikmah Kisah
Banyak Pelajaran yang bisa diambil dari kisah istri nabi Nuh as diatas, diantaranya:
Keimanan tidak ada hubungannya dengan faktor keturunan, baik keturunan nabi maupun rasul.
Allah dapat saja memberikan keturunan yang jahat kepada orang saleh dan keturunan yang saleh kepada orang jahat. Buktinya, istri Nabi Nuh adalah orang kafir. Namun, sebagian besar anaknya adalah orang-orang yang saleh. Sementara itu, ayah Nabi Ibrahim adalah orang kafir. Namun, dia melahirkan keturunan yang saleh.
Pengkhianatan istri Nabi Nuh yang disebutkan dalam ayat Al-Quran diatas adalah dalam hal kekufuran, bukan perselingkuhan. (Sebagian pendapat menyatakan bahwa istri Nuh berselingkuh dengan laki-laki lain). Ibn 'Abbas berkata, "Tidak ada seorang istri Nabi pun yang menjadi pelacur."
Sumber : Google
http://dunia-nabi.blogspot.com/2016/08/istri-nabi-nuh-wanita-yang-durhaka.html?m=1

Istri Nabi Nuh Wanita Yang Durhaka

Istri Nabi Nuh Wanita Yang Durhaka ~ Allah swt mengisyaratkan kisah Nabi Nuh as dalam beberapa surah Al-Quran, diantaranya surah Al-A'ra...

Banyak yang mempertanyakan perilaku Nuh saat membangun sebuah bahtera besar yang jauh dari laut dan sungai. Nuh dianggap sebagai orang gila oleh kaumnya. Keraguan yang disematkan kepada Nuh sebenarnya merupakan bagian dari ketidakimanan mereka terhadap risalah yang telah dibawa oleh Nuh.

Saat Bahtera Nuh telah usai, Nuh diperintahkan untuk memasukkan semua kaumnya yang beriman beserta hewan-hewan secara berpasang-pasangan.

Mendung mulai menyelimuti tanah Nuh. Tidak ada celah cahaya sama sekali. Siang saat itu bagaikan malam karena tertutup mendung tebal. Hujan dan banjir bisa kapan saja melanda, tinggal menunggu perintah dari Yang Maha Kuasa, Allah Swt.

Saat hujan mulai turun, Nuh memastikan semua rombongannya benar-benar masuk ke Bahtera, termasuk seluruh keluarganya. Karena bagaimanapun juga, keluarga adalah bagian dari kehidupan setiap orang. Keluarga adalah suatu hal yang harus diutamakan.

Begitu juga dengan Nabi Nuh. Risalah yang dibawanya mengajak semua kaumnya untuk beriman kepadanya dan masuk ke dalam Bahtera yang telah dibangunnya seorang diri, tak terkecuali keluarganya.

Sementara dalam barisan kaumnya yang mulai masuk ke dalam Bahtera, Nuh masih belum melihat tanda-tanda keikutsertaan istri dan anak-anaknya.

Nuh mulai mencari bagian-bagian keluarganya yang tertinggal. Saat ia bertemu istrinya, sang Istri malah menolak mentah-mentah ajakannya. Sang Istri malah meragukan keabsahan risalah yang dibawanya. Ia lebih mempercayai para pembesar kaumnya yang dari awal menolak dakwah suaminya, Nuh.

Nuh sangat sedih, karena ia tidak mampu mengajak istri yang ia cintai beriman kepada Allah dan risalah yang ia bawa. Ia tertunduk lesu. Ia masih berharap agar sang istri berubah fikiran dan mau menerima ajakannya.

Sayangnya, itu adalah harapan kosong bagi Nuh. Istrinya tetap durhaka. Sambil berlalu, ia sama sekali tak mau menengok kebelakang. Pilihannya sudah bulat. Mengikuti para pembesar kaumnya yang sangat ia hormati melebihi hormatnya terhadap sang suami dan risalah yang dibawa suaminya.

Nuh mencoba mengikhlaskan Istrinya. Setelah gagal mengajak sang Istri, Nuh mencoba mencari keberadaan sang putra. Putranya yang bernama Kan’an juga masih belum terlihat di antara kerumunan kaumnya.

Sementara hujan sudah mulai turun. Mendung-mendung gelap yang menyelimuti kaum Nuh sudah mulai berubah menjadi hujan yang siap membinasakan kaumnya.

Nuh melihat anaknya di kejauhan. Kan’an sedang mengayuh tali menaiki gunung. Ia percaya bahwa azab yang dijanjikan itu tak akan pernah bisa menjangkau dirinya jika ia lari ke gunung.

Air semakin tinggi, mengejar seorang Kan’an yang dengan pongahnya menolak ajakan sang ayah dan lebih memilih jalannya sendiri, menaiki gunung yang tinggi. Sementara banjir semakin tinggi. Banjir itu mulai menenggelamkan semua hal yang ditemuinya. Bahkan gunung yang dinaiki Kan’an pun mulai tenggelam.

Nuh yang iba dengan putranya mulai mengarahkan bahteranya ke gunung tempat sang putra berpijak.

“Wahai anakku, raihlah tanganku, naiklah ke bahtera bersama kaummu yang selamat!”

“Tinggalkanlah aku, aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menyelamatkanku dari air bah!”

“Wahai anakku, hari ini tidak ada yang dapat memberikan keselamatan kecuali keselamatan dari Allah Swt.”

Ajakan seorang ayah itu serta merta ditolak oleh sang anak. Ia sama sekali tidak memerdulikan keselamatannya. Ia telah menjadi bagian dari kaum Nuh yang kafir.

Nuh melihat anaknya tenggelam dan binasa di depan matanya. Ia begitu sedih melihat keluarganya binasa karena kekafirannya.

Seketika Allah memberikan jawaban atas kegelisahannya.

“Wahai Nuh, mereka sejatinya bukanlah keluargamu. Keluargamu yang sejati adalah yang memercayai risalah dan beriman kepadamu. Sebaliknya, orang yang mengingkarimu dan mendustakan kalimat Tuhanmu, mereka telah keluar dari ikatan keluargamu.”


Kisah Istri dan Putra Nuh yang Durhaka

Banyak yang mempertanyakan perilaku Nuh saat membangun sebuah bahtera besar yang jauh dari laut dan sungai. Nuh dianggap sebagai orang gila ...

Tuesday, May 14, 2019


Usamah bin Zaid adalah putra dari sahabat kesayangan Rasulullah SAW, Zaid bin Haritsah, yang beliau pernah menjadikannya sebagai anak angkat, dari status sebelumnya sebagai budak dan pelayan beliau. Ibunya-pun adalah orang yang dekat dan disayang Rasulullah SAW, Ummu Aiman, bekas sahaya beliau. Keduanya merupakan orang-orang yang mula-mula memeluk Islam, sehingga tak heran Usamah-pun menjadi kesayangan beliau seperti juga ayahnya.

Usamah lahir pada tahun ketiga atau keempat dari kenabian, sehingga praktis ia ia tidak pernah mengalami masa jahiliah. Didikan masa kecil dan remajanya adalah akhlak kenabian, baik dari kedua orang tuanya yang adalah didikan Nabi SAW, atau bahkan terkadang beliau turun langsung dalam membentuk akhlak Usamah. Kondisi seperti inilah yang menambah rasa sayang beliau kepadanya.

Beberapa sahabat-pun sangat sayang pada remaja ini melebihi anaknya sendiri, seperti yang terjadi pada Umar bin Khaththab. Saat menjadi khalifah, Umar pernah membagi-bagikan uang pada masyarakat, dan jumlahnya berbeda-beda berdasarkan kedudukan dan jasa mereka kepada Islam, dan juga penilaian Nabi SAW atas mereka. Ketika tiba giliran anaknya, Abdullah bin Umar, ia memberikan satu bagian. Giliran Usamah bin Zaid, Umar memberikannya dua bagian dari bagian anaknya.

Abdullah bin Umar jadi bertanya-tanya, bukan masalah jumlahnya karena pada dasarnya ia juga didikan Nabi SAW yang mengutamakan kehidupan zuhud dan sederhana seperti juga Umar, ayahnya. Hanya saja ia takut ada yang kurang dalam amal ketaatan dan kesalehannya, karena itu ia bertanya, "Wahai ayah, mengapa engkau mengutamakan Usamah dibanding anakmu sendiri? Bukankah saya mengikuti pertempuran yang tidak atau belum diikutinya bersama Rasulullah??"

Tetapi jawaban Umar tegas dan tidak dapat dibantah lagi, ia berkata, "Usamah lebih dicintai Rasulullah daripada dirimu, seperti juga ayahnya lebih disayang Rasulullah daripada ayahmu….!!"

Dalam usianya yang masih sangat muda, ia telah ikut menerjuni beberapa pertempuran bersama Nabi SAW. Dalam Fathul Makkah, ketika Nabi SAW akan memasuki Ka'bah, beliau membawa Bilal di sisi kanan dan Usamah bin Zaid di sisi kiri beliau. Sungguh kehormatan besar yang diberikan Nabi SAW kepada keduanya, bukan Abu Bakar atau Umar, atau delapan sahabat lainnya yang telah beliau jamin masuk surga. Dua orang itu adalah bekas budak yang secara umum, mungkin kedudukannya tampak rendah di masyarakat.

Nabi SAW pernah mengirimkan suatu pasukan di bawah kepemimpinan Usamah bin Zaid, pengalaman pertamanya memimpin suatu pasukan setelah sebelumnya hanya sebagai prajurit biasa. Pasukannya ini memperoleh kemenangan gemilang, dan sebagai orang yang disayang, Nabi SAW langsung menyambutnya dan memintanya menceritakan pengalamannya. Mulailah Usamah menceritakan jalannya pertempuran. Tampak wajah Nabi SAW berseri karena senangnya dengan apa yang dijalani "Kesayangan Rasulullah SAW, putra dari kesayangan Rasulullah SAW", begitu kebanyakan sahabat menyebut Usamah bin Zaid ini.

Ketika Usamah menceritakan, bahwa seorang pemanggul panji musyrik yang perkasabanyak membunuh dan melukai tentara muslim sehingga pedangnya berlepotan darah dan daging para syahid masih menempel. Usamahpun mengejar dan memerangi langsung orang tersebut. Ia berhasil melumpuhkannya, tetapi ketika ia akan melakukan pukulan terakhir dengan tombaknya, orang tersebut mengucap "La ilaaha illallah". Usamah sempat bimbang, tetapi dipikirnya, itu hanya siasat untuk menyelamatkan diri saja, karena itu ia terus menombaknya hingga tewas.

Tiba-tiba saja wajah Nabi SAW berubah merah padam tanda beliau marah, beliau berkata, "Celaka engkau wahai Usamah, begitukah tindakanmu terhadap orang yang mengucap 'La ilaaha illallah'??"

"Wahai Rasulullah," Kata Usamah mencoba menjelaskan dan membela diri, walau dengan ketakutan, "Dia mengatakan kalimat itu hanya untuk menyelamatkan diri saja….!!"

"Begitu!!" Kata Nabi SAW, masih dengan nada tinggi, pertanda beliau masih marah, "Mengapa tidak engkau belah dadanya dan engkau lihat apakah ia mengatakannya itu ikhlas dari hatinya atau karena pura-pura semata??"

Memang, bukanlah hak dan kewajiban kita menilai apa yang ada di dalam hati seseorang, apa yang tampil dan terlihat itu saja yang menjadi ukuran kita dalam mengambil sikap. Itulah pelajaran berharga yang ingin disampaikan Nabi SAW pada pemuda kesayangan beliau tersebut, sekaligus kepada kita semua.

Atas peristiwa tersebut, Nabi SAW menyatakan Usamah telah bersalah, tetapi tidak ditetapkan qishas (hukum bunuh, dipancung) atas dirinya, karena "pembunuhan" yang dilakukannya tidak sengaja, hanya suatu kesalahan. Nabi SAW mengumpulkan harta benda untuk membayar diyat (seratus ekor unta) kepada keluarga pemanggul panji musyrik yang mengucap "La ilaaha illallaah" tersebut.

Usamah sendiri tak henti-hentinya bertobat dan menyesali "kelancangannya" tersebut, sehingga menyebabkan Nabi SAW begitu murka kepadanya, walaupun kemudian beliau mendoakan untuk mendapat rahmat dan maghfirah Allah baginya. Tetapi setiap kali mengingat peristiwa tersebut, selalu saja ia menangis dan menyesal sambil berkata, "Amboi, andai saja ibuku tidak pernah melahirkan diriku…..!!"

Beberapa hari sebelum wafat, Nabi SAW menghimpun pasukan besar yang akan dikirim ke Syam, tepatnya di wilayah Palestina, pada tempat bernama Abna. Latar belakang pengiriman pasukan ini adalah terbunuhnya Farwah bin Amr al Judzami, bekas komandan pasukan Arab yang berpihak Romawi, yang juga gubernur Ma'an karena keputusannya memeluk Islam. Ia disalib dan dipenggal kepalanya oleh penguasa Romawi di Palestina.

Pasukan besar tersebut terdiri dari pejuang-pejuang senior dari kaum Muhajirin dan Anshar ini, termasuk Umar bin Khaththab dan para Ahlul Badr lainnya. Nabi SAW memutuskan pimpinan pasukan diserahkan kepada Usamah bin Zaid. Keputusan beliau ini ternyata menimbulkan perbincangan dan kritikan dari beberapa orang sahabat. Yang paling keras komentarnya adalah Ayyasy bin Abi Rabiah, ia berkata, "Anak kecil itu menjadi komandan dan amir dari kaum muhajirin awal??"

Saat itu Nabi SAW telah sakit cukup parah dan beliau tidak mengetahui secara langsung perbincangan pro-kontra yang terjadi dan berkembang di masyarakat Madinah. Ketika Umar mengabarkan hal tersebut, beliau bangkit dan mengikat kepala beliau dengan sorban untuk mengurangi rasa sakit. Sambil memakai selimut, beliau naik ke atas mimbar di mana orang-orang sedang berkumpul. Setelah memuji Allah, beliau bersabda, "Telah kudengar sebagian dari kalian mengecam kepemimpinan Usamah. Demi Allah, jika kalian mengecamdirinya, berarti kalian mengecam bapaknya. Demi Allah, sungguh ia (Zaid bin Haritsah) layak sebagai pemimpin, dan sepeninggal bapaknya, putranya sangat layak sebagai pemimpin. Dan sungguh, Zaid adalah orang yang sangat aku kasihi, demikian juga Usamah. Keduanya layak untuk mendapat semua kebajikan, karena itu, berwasiatlah kalian dalam kebajikankarena ia adalah sebaik-baiknya orang di tengah kalian…!!"

Peristiwa tersebut terjadi pada hari sabtu tanggal 10 Rabi'ul Awal. Setelah khutbah beliau itu, para sahabatyang ikut dalam pasukan tersebut berpamitan kepada Nabi SAW, termasuk Umar bin Khaththab. Hari Ahadnya, Usamah menemui Nabi SAW, keadaan sakit beliau makin parah dan sempat pingsan. Setelah siuman, Usamah membungkuk dan mencium beliau sambil matanya berkaca-kaca. Tetapi Nabi SAW hanya mengangkat tangannya, seakan-akan berdoa, kemudian beliau mengusapkannya ke wajah Usamah. Usamah menangkap isyarat tersebut sebagai doa restu untuk keberangkatannya, ia pun berangkat menuju tempat pasukan berkumpul di Jurf, sebuah tempat tidak jauh di luar Madinah, sekitar tiga mil.

Senin pagi tanggal 12 Rabi'ul Awwal tahun 11 hijriah, seharusnya ia memberangkatkan pasukannya ke Palestina, tetapi Usamah merasa tidak tenang dengan kondisi Nabi SAW yang ditinggalkannya kemarin. Karena itu ia kembali ke rumah Nabi SAW, dan setibanya disana, beliau tampak sehat, Usamah-pun gembira. Beliau sekali lagi mendoakan Usamah, kemudian bersabda, "Berangkatlah engkau dengan berkat dari Allah…!!"

Usamah kembali ke pasukannya di Jurf, ia segera mempersiapkan diri untuk segera berangkat. Tetapi belum sempat bergerak, datang utusan dari ibunya, Ummu Aiman, yang memberi kabar bahwa Nabi SAW telah wafat. Usamah memerintahkan pasukan untuk kembali ke Madinah. Buraidah bin Hushaib, sahabat yang diperintahkan Nabi SAW membawa dan menyerahkan panji ke rumah Usamah, membawanya kembali dan menancapkannya di sebelah rumah beliau.

Setelah wafatnya Nabi SAW dan Abu Bakar terpilih jadi khalifah, wacana pasukan yang dipimpin Usamah kembali mengemuka. Sebagian sahabat yang dipimpin Umar bin Khaththab berpendapat bahwa pengiriman pasukan tersebut harus dibatalkan, karena banyak sekali kabilah yang murtad dan bersiap menyusun kekuatan kembali untuk lepas dari pemerintahan Islam di Madinah. Mereka ini khawatir jika kabilah-kabilah tersebut menyerang Madinah. Usamah sendiri berada dalam kelompok ini, karena pendapat tersebut yang paling masuk akal. Tetapi bukan Ash-Shiddiq namanya kalau Abu Bakar hanya menuruti pendapat yang hanya berdasar logika semata, karena itu ia berkeras mengirim pasukan tersebut sesuai perintah Nabi SAW.

Setelah gagal mempengaruhi Khalifah baru untuk membatalkan keberangkatan pasukan ke Palestina, muncullah wacana kedua, yakni penggantian pimpinan pasukan karena Usamah hanya seorang pemuda 20 tahunan. Di antara personal pasukan tersebut terdapat sahabat-sahabat utama yang ikut terjun dalam pertempuran bersama Nabi SAW di dalam perang Badar, Uhud dan peperangan lainnya yang cukup terkenal kepahlawanannya, misalnya saja Sa'd bin Abi Waqqash, Abu Ubaidah bin Jarrah, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, dan lain-lainnya termasuk Umar sendiri, mereka itu yang lebih pantas menjadi komandan. Sekali lagi, tokoh pengusul ini adalah Umar bin Khaththab, dan kali ini reaksi Abu Bakar cukup keras, "Celaka engkau wahai Ibnu Khaththab!! Pantaskah saya memecat seseorang sebagai komandan pasukan (yakni Usamah bin Zaid), padahal Rasulullah SAW sendiri yang telah mengangkatnya??"

Dengan reaksi yang begitu keras dan tegas ini, para sahabat tidak ada lagi yang berani mengemukakan pendapat. Abu Bakar yang biasanya mereka kenal lemah lembut dan gampang menangis, tiba-tiba menjadi begitu keras dan tegas. Tetapi sikap seperti itulah yang memang diperlukan di saat kondisi kaum muslimin sedang labil karena wafatnya Rasulullah SAW.

Abu Bakar berkata, "Berangkatkanlah pasukan Usamah, sesungguhnya aku tidak perduli jika binatang-binanang buas akan menerkam dan mencabik-cabikku di Madinah karena berangkatnya pasukan tersebut. Sesungguhnya telah turun wahyu kepada Nabi SAW, 'Berangkatkan pasukan Usamah!!', dan aku tidak akan mengubah keputusan beliau. Hanya sajaaku meminta kepada Usamah agar mengijinkan Umar tinggal di Madinah karena aku memerlukan buah pikirannya untuk membantuku di sini. Tetapi jika Usamah tidak mengijinkan aku tidak akan memaksanya lagi…..!!"

Tentu saja dengan senang hati Usamah ‘mengijinkan’, atau lebih tepatnya memenuhi permintaan Abu Bakar tersebut agar Umar tetap tinggal di Madinah.

Pasukan Usamah kembali bergerak ke arah Jurf, tempat dimana Nabi SAW telah menetapkan untuk berkumpul. Abu Bakar mengiring keberangkatan pasukan dengan berjalan kaki dan menuntun tunggangan Usamah, sedang tunggangan Abu Bakar dituntun oleh Abdurrahman bin Auf. Abu Bakar juga sempat berkata, "Siapapun mereka yang pernah ditunjuk Rasulullah untuk berangkat bersama Usamah, janganlah sampai tertinggal. Demi Allah, tidaklah didatangkan kepadaku orang yang tertinggal tersebut, kecuali aku akan memerintahkan dirinya menyusul Usamah dengan berjalan kaki…..!!!!"

Usamah merasa tidak enak dengan Abu Bakar yang berjalan kaki, apalagi menuntun tunggangannya layaknya seorang budak atau penunjuk jalan saja. Ia berkata, "Wahai khalifah Rasulullah, naikilah tungganganmu, atau aku akan turun saja berjalan kaki bersamamu…!!"

"Jangan…!!" Kata Abu Bakar, "Tetaplah engkau di tungganganmu, aku ingin kakiku berdebu di jalan Allah, karena menurut Nabi SAW, untuk setiap langkah di jalan Allah itu akan dituliskan tujuhratus kebaikan, dinaikkan tujuhratus derajad, dan akan dihapuskan tujuhratus kesalahan…"

Usamah membawa pasukannya menyusuri kabilah demi kabilah, baik yang tetap memeluk Islam, atau yang ragu-ragu dan bersiap-siap untuk murtad. Rombongan besar pasukan Usamah ini ternyata memunculkan logika tersendiri pada mereka sehingga mereka berteguh memeluk Islam. Sebelumnya mereka mengira dengan wafatnya Nabi SAW, Madinah akan menjadi lemah dan tak mampu lagi memerangi musuh-musuhnya. Tetapi melihat besarnya pasukan yang dikirim ke perbatasan Romawi di Abna, Palestina ini, mereka berfikir, pasukan yang mempertahankan Madinah tentunya akan lebih besar lagi. Apalagi, ternyata Abu Bakar juga mengirim beberapa pasukan dari personal yang tertinggal di Madinah untuk memerangi kabilah-kabilah yang murtad dan yang menolak membayar zakat.

Kedatangan pasukan Usamah ternyata mengejutkan pasukan Romawi di Palestina yang telah mengeksekusi Farwah bin Amr al Judzami. Mereka sama sekali tidak menyangka kedatangan pasukan sebesar itu setelah wafatnya Nabi SAW. Mereka telah begitu mengenal bagaimana sikap heroik dan semangat tempur pasukan muslim dan tidak mau beresiko menghadapi pasukan muslim pimpinan Usamah. Karena itu mereka memilih melarikan diri dan meninggalkan barang ghanimah yang banyak bagi pasukan Usamah.

Kemenangan pasukan Usamah memberikan dukungan psikologis yang positif terhadap kelangsungan Islam ketika Nabi SAW wafat. Mungkin beliau telah menerima isyarat bagaimana suasana masyarakat Islam ketika beliau wafat, dan kekacauan yang akan terjadi. Karena itu, tampak sekali beliau "memaksakan" untuk membentuk dan mengirim pasukan Usamah, walau saat itu keadaan beliau sakit parah. Dan terbukti kemudian nubuwah ini, bahwa perintah beliau memberikan manfaat besar bagi umat Islam di masa kritis pergantian pimpinan pemerintahan Islam ke khalifah Abu Bakar.

Karena pengalamannya mendapat celaan Rasulullah SAW, Usamah jadi sangat berhati-hati dalam urusan jiwa manusia. Ketika terjadi pertikaian antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah, ia mengurung diri di rumahnya. Sebenarnya ia mengetahui kalau Ali dalam jalan kebenaran, tetapi ia memilih untuk tidak berpihak kepada keduanya. Ia mengirim surat kepada Ali, yang ia ikut memba'iatnya sebagai khalifah, sebagai berikut, "Demi Allah wahai Amirul Mukminin, seandainya anda meminta saya untuk menemani anda memasuki kandang harimau, saya pasti akan melakukannya. Tetapi sekali-kali saya tidak akan menyentuh kulit seorang muslimdengan ujung pedang saya…."

Ketika beberapa sahabat yang memihak Ali juga berusaha untuk mengubah pendiriannya, Usamah berkata tegas, "Saya tidak akan pernah memerangi orang-orang yang mengucapkan La ilaaha illallaah selama-lamanya…!!"

Salah satu dari mereka sempat mendebatnya, "Bukankah Allah telah berfirman : Dan perangilah mereka hingga tidak ada lagi fitnah, dan agama seluruhnya adalah milik Allah…!!"

Usamah-pun menjawab, "Ayat itu ditujukan untuk memerangi orang-orang musyrik, dan kita telah memerangi mereka hingga fitnah telah lenyap dan agama seluruhnya menjadi milik Allah…!!"

Bagaimana tidak, dalam suatu pertempuran melawan kaum musyrik, dimana berlaku hukum "membunuh atau dibunuh (kill or to be kill)", ia telah dicela dengan keras oleh Rasulullah SAW karena membunuh seorang kafir yang membaca "La ilaaha illallaah", yang menurut pemahaman (ijtihad)-nya hanyalah untuk menyelamatkan diri saja. Sangat mungkin terjadi si kafir itu akan balik membunuhnya jika ia melepaskannya saat itu, apalagi pedangnya-pun masih terhunus. Tetapi itupun bukan alasan yang bisa diterima Rasullullah SAW. Bagaimana lagi ia akan mempertanggung-jawabkan kepada Nabi SAW jika ia membunuh seseorang yang jelas-jelas beriman kepada Allah dan Rasul-Nya? Jelas-jelas orang yang beragama Islam dan menjalankan shalat seperti dirinya dan kaum muslimin lainnya?

Seorang sahabat lainnya memang pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, atas suatu peristiwa dalam pertempuran, yang lebih kurang sama dengan peristiwa Usamah tersebut. Nabi SAW bersabda, "Kalau itu terjadi, si kafir akan akan memperoleh balasan seperti keadaan engkau sebelum membunuhnya,dan engkau akan memperoleh balasan seperti keadaan si kafir sebelum ia terbunuh…..!!"

Maksudnya, orang kafir tersebut, yang membaca ‘Laa ilaaha illallaah’ ketika akan terbunuh akan memperoleh pahala syahid, sedang sang sahabat yang membunuh bisa jatuh dalam kemusyrikan dan kekafiran, kalau ia tidak bertaubat.

Usamah terus menyendiri di tengah pergolakan kaum muslimin, dan ia tidak mau terlibat dengan pertentangan mereka. Saat itu terdapat dua kutub kekuatan Islam, Muawiyah yang menjabat sebagai khalifah berkedudukan di Syam, sedang kelompok oposisi, yang merasa keturunan Ali bin Abi Thalib lebih berhak atas jabatan khalifah bermarkas di Kufah, Irak, tetapi tanpa pimpinan (atau khalifah) yang jelas. Di saat itulah, di Tahun 54 hijriah Usamah bin Zaid meninggal dunia.

Usamah Bin Zaid Ra Panglima Kecintaan Rasulullah

Usamah bin Zaid adalah putra dari sahabat kesayangan Rasulullah SAW, Zaid bin Haritsah, yang beliau pernah menjadikannya sebagai anak angkat...

Monday, May 13, 2019




Di antara sejarah yang sudah dilupakan oleh kalangan sejarawan dunia, kisah seorang nabi yang sholih, yaitu Nabi Yusya’ bin Nun -Shallallahu alaihi wa sallam-.

Disebutkan sejarahnya oleh Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhoriy dalam kitab Shohih-nya dan Imam Muslim juga dalam kitab Shohih-nya bahwa ketika Nabi Yusya’ hendak melakukan jihad melawan kaum kafir yang menguasai Baitul Maqdis, maka ia memberikan nasihat kepada semua pasukannya. Kemudian beliau pun melakukan perjalanan dalam memerangi kaum kafir. Ketika beliau melihat perang belum usai, sedang matahari hampir tenggelam, maka ia pun memohon kepada Allah agar matahari ditahan. Akhirnya, Allah -Azza wa Jalla- menahan matahari sampai Nabi Yusya’ menyelesaikan perang dan mengalahkan kaum kafir.

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ لَمْ تُحْبَسْ لِبَشَرٍ إِلَّا لِيُوشَعَ لَيَالِيَ سَارَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ

“Sesungguhnya matahari tak pernah ditahan untuk seorang manusia pun, selain untuk Nabi Yusya’ di hari beliau melakukan perjalanan menuju Baitul Maqdis”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/325) dari Abu Hurairah. Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 202)]

Ahli Hadits Negeri Yordania, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- berkata, “Di dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa matahari tak pernah ditahan (oleh Allah), selain untuk Yusya’ –alaihis salam-. Di dalam hadits ini terdapat isyarat tentang lemahnya sesuatu yang diriwayatkan bahwa hal itu juga (terjadi) bagi selain beliau”. [Lihat As-Silsilah Ash-Shohihah (no. 202)]

Kisah Nabi Yusya’ bin Nun ini merupakan bukti kuat bahwa banyak di antara sejarah dunia yang berserakan dan sudah dilupakan oleh manusia. Kisah-kisah yang menjelaskan kekuasaan Allah sebagai satu-satunya sembahan manusia yang haq. Akan tetapi karena kebanyakan sejarawan dunia dari kalangan orang jahil dan atheis, maka merekapun tidak atau enggan menyebutkan kisah-kisah seperti ini.

Sejarah yang luar biasa, matahari ditahan oleh Allah Sang Maha Pencipta segala sesuatu. Makhluk yang demikian besar tunduk kepada ketentuan Allah.


Ketika Matahari Pernah Berhenti

Di antara sejarah yang sudah dilupakan oleh kalangan sejarawan dunia, kisah seorang nabi yang sholih, yaitu Nabi Yusya’ bin Nun -Shallallahu...

Sunday, May 12, 2019



Sebuah pohon besar nan rimbun berdiri tegak di tengah hamparan gurun pasir di Yordania. Pohon ini bukanlah pohon biasa. Pohon ini dahulu menjadi saksi dan bukti kenabian Muhammad Saw.

Di bawah pohon inilah dahulu Nabi Muhammad Saw. pernah berteduh dalam perjalanan niaganya ke Syam. Pohon itu dikenal dengan nama Pohon Sahabi.

Pohon ini ditemukan kembali oleh Pangeran Ghazi bin Muhammad dari Ammen, Yordania. Pangeran asal Yordania ini menemukan kisah mengenai pohon rindang di tengah gurun itu setelah dirinya mempelajari beberapa catatan dan naskah kuno. Dalam naskah-naskah lama tersebut disebutkan ada sebuah pohon yang terletak di tengah-tengah gurun.

Setelah dilakukan penelusuran, yang juga turut dihadiri oleh mufti agung Suriah bernama Syeikh Ahmad Hassoun, dipastikan bahwa pohon yang diceritakan itu tak lain adalah pohon Sahabi. Pohon ini berdiri kokoh sendirian di tengah padang pasir, dimana bahkan di sekelilingnya tak ditumbuhi rumput sedikit pun juga.

Selain itu, keistimewaan lainnya adalah usia pohon ini yang telah mencapai ribuan tahun. Raja Abdullah II dari Yordania bahkan menyebut pohon ini “The Blessed Tree“.

Pohon Sahabi yang masih tetap hidup dan tumbuh dengan subur sendirian di bawah terik panas matahari gurun pasir Yordania, bisa jadi memang ingin ditunjukkan oleh Allah sebagai bukti sekaligus saksi sejarah kenabian Rasulullah Saw.

Bagaimana kisahnya,silakan lanjut membaca.

Diceritakan, ketika Muhammad kecil melakukan perjalanan ke Syam untuk mengikuti pamannya berdagang, ada sebuah kejadian unik yang menceritakan bahwa Muhammad kecil adalah seorang calon nabi terakhir seperti ramalan dalam kitab seorang pendeta dari Syam.

Salah seorang pakar tafsir ternama, Muhammad Ibn Jarir At-Tabari menceritakan tentang kisah pendeta Buhaira yang bertemu dengan Muhammad kecil. Saat itu Nabi Muhammad Saw. berusia 9 atau 12 tahun, ia bersama pamannya Abu Thalib dalam perjalanan untuk berdagang ke negara Syam.

Buhaira bertemu dengan kelompok pedagang tersebut dan mengajak mereka untuk beristirahat sejenak. Akan tetapi sebelumnya Buhaira sudah mendapat firasat kalau ia akan bertemu dengan sang nabi terakhir.

Semua tamu yang dipersilakan mampir ke rumahnya diamati oleh beliau. Namun tak satupun di antara mereka yang memilki tanda-tanda mukjizat seperti yang disebutkan di dalam kitabnya.

Namun, setelah diteliti ternyata masih ada satu anggota yang tidak ikut masuk ke rumah Buhaira. Karena Muhammad kecil disuruh menunggu di bawah pohon untuk menjaga unta-unta mereka.

Dengan mengamati dari kejauhan, Buhaira sangat takjub menyaksikan cabang pohon tersebut saling merunduk untuk melindungi Muhammad kecil. Buhaira akhirnya meminta agar Muhammad kecil diajak masuk juga untuk berteduh dan bersantap.

Setelah diteliti dan dibocorkan dengan berbagai tanda-tanda dalam kitabnya, Buhaira tambah yakin jika Muhammad kecil adalah calon seorang nabi yang telah diramalkan kemunculannya.

Kemudian Buhaira berpesan kepada Abu Thalib untuk menjaga Muhammad kecil, karena suatu saat nanti ia akan membawa keberkahan dan kedamaian bagi seluruh umat manusia.

1.400 tahun telah berlalu, namun pohon yang pernah meneduhkan Muhammad kecil itu sampai saat ini masih berdiri tegak, dan pohon ini menjadi satu-satunya pohon yang berhasil hidup di tengah gurun yang sangat panas.

Pohon yang menjadi saksi atas kerasulan Muhammad disebut dengan pohon Sahabi. Sekarang pohon ini dilestarikan dan dijaga oleh pemerintah Yordania. Sekelilingnya dilindungi pagar dan keberadaannya dipantau secara rutin. Sekalipun begitu pengunjung tetap bisa menyentuh dan berlindung di bawahnya.

Sumber: Muslim Obsession

Kisah Pohon Sahabi Sahabat Yang Menaungi Nabi Muhammad SAW

Sebuah pohon besar nan rimbun berdiri tegak di tengah hamparan gurun pasir di Yordania. Pohon ini bukanlah pohon biasa. Pohon ini dahulu men...


Tatkala Perang Badar tiba, sahabat yang mulia yang bernama Khutsaimah bin Harits mengadakan undian bersama putranya yang bernama Sa’ad untuk menentukan siapakah di antara keduanya yang akan keluar untuk jihad dan siapa yang tetap tinggal di rumah untuk menjaga para wanita.

Ternyata undian diraih oleh putranya Sa’ad, maka ayahnya berkata kepadanya: “Wahai anakku relakanlah hari ini agar ayah yang keluar untuk berjihad, biarkanlah engkau yang mengurusi para wanita“. Sa’ad berkata “Demi Alloh wahai ayahku seandainya saja bukan karena masalah syurga, niscaya akan aku berikan padamu (kesempatan ini), tetapi ini adalah syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, saya tidak akan memberikan bagianku kepada seorang pun“. Akhirnya Sa’ad keluar untuk Perang Badar dan gugur di dalamnya, sedangkan ayahnya pun selalu berharap setelah itu, sehingga beliau pun juga gugur dalam perang Uhud. Semoga Alloh meridhoi mereka semua.

( Sumber : Al–Ishobah Ibnu Hajar)

Mutiara Kisah :

1. Mengenal lebih dekat sahabat yang mulia Sa’ad bersama ayahandanya yang bernama Khutsaimah bin Harits.

2. Keutamaan Sa’ad dan ayahnya Khutsaimah

3. Keutamaan mati syahid

4. Tidak ada balasan bagi orang yang mati syahid kecuali syurga

5. Para sahabat mereka adalah orang yang berlomba-lomba diatas kebaikan

6. Kehidupan didunia adalah kehidupan yang sementara,negeri akhirat lebih baik dan lebih kekal.

7. Hendaknya antara orang tua dan anak berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan.

Sumber : Kisah-kisah Keteladanan, Kepahlawanan, Kejujuran, Kesabaran, Menggugah, serta Penuh dengan Hikmah dan Pelajaran Sepanjang Masa. Penerbit : Maktabah At-Thufail, Panciro-Gowa (Makassar-Sulsel).

Kisah Seorang Ayah Dan Anak Yang Berebut Surga

Tatkala Perang Badar tiba, sahabat yang mulia yang bernama Khutsaimah bin Harits mengadakan undian bersama putranya yang bernama Sa’ad untuk...

Sunday, May 5, 2019




Di zaman Jahilliyah hiduplah raja bernama Habib bin Malik di Syam, dia penyembah berhala yang fanatik dan menentang serta membenci agama yang didakwahkan Rasulullah Saw.

Suatu hari Abu Jahal menyurati Raja Habib bin Malik perihal Rasulullah Saw.

Surat itu membuatnya penasaran dan ingin bertemu dengan Rasulullah Saw, dan membalas surat itu Ia akan berkunjung ke Mekah.
Pada hari yang telah ditentukan berangkatlah Ia dengan 10.000 orang ke Mekah.

Sampai di Desa Abtah, dekat Mekah, ia mengirim utusan untuk memberitahu Abu Jahal bahwa Dia telah tiba di perbatasan Mekah.
Maka disambutlah Raja Habib oleh Abu Jahal dan pembesar Quraisy.

"Seperti apa sih Muhammad itu......?"
Tanya Raja Habib setelah bertemu dengan Abu Jahal.

"Sebaiknya Tuan tanyakan kepada Bani Haasyim," jawab Abu Jahal.
Lalu Raja Habib menanyakan kepada Bani Hasyim.

"Di masa kecilnya, Muhammad adalah anak yang bisa di percaya, jujur, dan baik budi.
Tapi, sejak berusia 40 tahun, Ia mulai menyebarkan agama baru, menghina dan menyepelekan tuhan-tuhan kami.

Ia menyebarkan agama yang bertentangan dengan agama warisan nenek moyang kami," jawab salah seorang keluarga Bani Hasyim.

Raja Habib memerintahkan untuk menjemput Rasulullah Saw, dan menyuruh untuk memaksa bila Ia tidak mau datang.

Dengan menggunakan jubah merah dan sorban hitam, Rasulullah Saw datang bersama Abu Bakar As Siddiq ra, dan Khadijah ra.
Sepanjang jalan Khadijah Ra, menangis karena khawatir akan keselamatan suaminya, demikian pula Abu Bakar ra.

"Kalian jangan takut, kita serahkan semua urusan kepada Allah ﷻ " Kata Rasulullah Saw.
Sampai di Desa Abthah, Rasulullah Saw di sambut dengan ramah dan dipersilahkan duduk di kursi yang terbuat dari emas.

Ketika Rasulullah Saw duduk di kursi tersebut, memancarlah cahaya kemilau dari wajahnya yang berwibawa, sehingga yang menyaksikannya tertegun dan kagum
Maka berkata Raja Habib:

"Wahai Muhammad setiap Nabi memiliki mukjizat, mukjizat apa yang Engkau miliki.................?"
Dengan tenang Rasulullah Saw balik bertanya:
"Mukjizat apa yang Tuan kehendaki................?"

Raja Habib bin Malik Menjawab:
"Aku menghendaki matahari yang tengah bersinar engkau tenggelamkan, kemudian munculkanlah bulan.

Lalu turunkanlah bulan ke tanganmu, belah menjadi dua bagian, dan masukkan masing-masing ke lengan bajumu sebelah kiri dan kanan.

Kemudian keluarkan lagi dan satukan lagi. Lalu suruhlah bulan mengakui engkau adalah Rasul.

Setelah itu kembalikan bulan itu ke tempatnya semula.

Jika engkau dapat melakukannya, aku akan beriman kepadamu dan mengakui kenabianmu,"....

Mendengar itu Abu Jahal sangat gembira, pasti Rasulullah Saw tidak dapat melakukannya.
Dengan tegas dan yakin Rasulullah Saw menjawab: "Aku penuhi permintaan Tuan."
Kemudian Rasulullah Saw berjalan ke arah Gunung Abi Qubaisy dan shalat dua rakaat.
Usai shalat, Beliau Saw berdoa dengan menengadahkan tangan tinggi-tinggi, agar permintaan Raja Habib terpenuhi.

Seketika itu juga tanpa diketahui oleh siapapun juga turunlah 12.000 malaikat.

Maka berkatalah malaikat:
"Wahai Rasulullah, Allah menyampaikan salam kepadamu.

Allah berfirman: 'Wahai kekasih-Ku, janganlah engkau takut dan ragu. Sesungguhnya Aku senantiasa bersamamu. Aku telah menetapkan keputusan-Ku sejak Zaman Azali.'

Tentang permintaan Habib bin Malik, pergilah engkau kepadanya untuk membuktikan kerasulanmu. Sesungguhnya Allah yang menjalankan matahari dan bulan serta mengganti siang dengan malam.

Habib bin Malik mempunyai seorang putri cacat, tidak punya kaki dan tangan serta buta. Allah ﷻ telah menyembuhkan anak itu, sehingga ia bisa berjalan, meraba dan melihat."

Lalu bergegaslah Rasulullah Saw turun menjumpai orang kafir, sementara bias cahaya kenabian yang memantul dari wajahnya semakin bersinar.

Waktu itu matahari telah beranjak senja, matahari hampir tenggelam, sehingga suasananya remang-remang
Tak lama kemudian Rasulullah Saw berdoa agar bulan segera terbit.
Maka terbitlah bulan dengan sinar yang benderang.

ILUSTRASI Terbelahnya Bulan Lalu dengan dua jari Rasulullah Saw mengisyaratkan agar bulan itu turun ke pada nya
Tiba-tiba suasana jadi amat menegangkan ketika terdengar suara gemuruh yang dahsyat.
Segumpal awan mengiringi turunnya bulan ke tangan Rasulullah Saw.

Segera setelah itu Beliau rosulalloh membelahnya menjadi dua bagian, lalu Beliau masukkan ke lengan baju kanan dan kiri.
Tidak lama kemudian, Beliau rosulalloh mengeluarkan potongan bulan itu dan menyatukannya kembali.

Dengan sangat takjub orang-orang menyaksikan Rasulullah Saw menggengam bulan yang bersinar dengan indah dan cemerlang.

Bersamaan dengan itu bulan mengeluarkan suara:
"Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh."
Menyaksikan keajaiban itu, pikiran dan perasaan semua yang hadir terguncang.
Sungguh, ini bukan mimpi, melainkan sebuah kejadian yang nyata............!

Sebuah mukjizat luar biasa hebat yang disaksikan sendiri oleh Raja Habib bin Malik.
Ia menyadari, itu tak mungkin terjadi pada manusia biasa, meski ia lihai dalam ilmu sihir sekalipun.....!

Namun, hati Raja Habib masih beku.
Maka ia pun berkata, "Aku masih mempunyai syarat lagi untuk mengujimu."

Belum lagi Raja Habib sempat melanjutkan ucapannya, Rasulullah memotong pembicaraan,
"Engkau mempunyai putri yang cacat, bukan...............?

Sekarang, Allah ﷻ telah menyembuhkannya dan menjadikannya seorang putri yang sempurna."
Raja Habib pun terkejut karena tidak ada siapapun yang tahu penyakit anaknya itu yaitu lumpuh dan matanya buta kecuali orang-orang istana dan mereka yang dekat dengannya saja.
Mendengar itu, betapa gembiranya hati Raja Habib.

Spontan ia pun berdiri dan berseru,
"Hai penduduk Mekah.........!
Kalian yang telah beriman jangan kembali kafir, karena tidak ada lagi yang perlu diragukan.

Ketahuilah, sesungguhnya aku bersaksi: tiada Tuhan selain Allah dan tiada sekutu baginya;
dan aku bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah Utusan dan hamba-Nya...!"

Melihat semua itu Abu Jahal jengkel dan marah, dengan emosi berkata kepada Raja Habib:

"Wahai...! Raja Habib engkau beriman kepada tukang sihir ini, hanya karena menyaksikan kehebatan sihirnya...............?"
Namun Raja Habib tidak menghiraukannya dan berkemas untuk pulang.

Sampai di pintu gerbang istana, putrinya yang sudah sempurna, menyambutnya sambil mengucapkan dua kalimat sahadat.
Tentu saja Raja Habib terkejut.

"Wahai putriku, darimana kamu mengetahui ucapan itu............
?

Siapa yang mengajarimu.............?"
"Aku bermimpi didatangi seorang lelaki tampan rupawan yang memberi tahu ayah telah memeluk Islam.

Dia juga berkata, jika aku menjadi muslimah, anggota tubuhku akan lengkap. Tentu saja aku mau, kemudian aku mengucapkan dua kalimat sahadat," jawab sang putri.
Maka seketika itu juga Raja Habib pun bersujudlah sebagai tanda syukur kepada Allah ﷻ
Subhanalloh
INNADINNA INDALLOHIL ISLAM
ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ
Dikutip dari Kitab: Durrotun
Nashihin
Bab Mu'jizat Nabi ﷺ

Komunitas Pecinta Waliyullah

Kisah Nabi Muhammad Saw Membelah Bulan

Di zaman Jahilliyah hiduplah raja bernama Habib bin Malik di Syam, dia penyembah berhala yang fanatik dan menentang serta membenci agama yan...

 

Tekno Ilmu © 2015 - Blogger Templates Designed by Templateism.com, Plugins By MyBloggerLab.com