Wednesday, April 24, 2019


Raja Abdullah II dari Yordania kemarin bertemu dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Keduanya merupakan alumni Fort Benning, sebuah lembaga pendidikan pasukan khusus militer Amerika Serikat.

Kisah persahabatan Prabowo dan Abdullah dituangkan dalam buku berjudul "Prabowo: Dari Cijantung Bergerak ke Istana" oleh Femi Adi Soempeno tahun 2009 lalu. Dalam salah satu bab, dikatakan bahwa Yordania adalah negara kedua bagi Prabowo, terutama setelah kisruh 1998 pecah.

Saat itu, Abdullah yang masih menjadi pangeran menawari Prabowo yang diduga terlibat beberapa kasus penculikan untuk tinggal sementara di negaranya.


Prabowo disambut hangat oleh Abdullah. Bahkan Prabowo sempat diundang ke markas tentara Yordania. Dia tiba dengan pakaian kasual, namun disambut secara militer.


Bahkan, Abdullah II yang saat itu memimpin Komando Pasukan Khusus Kerajaan Yordania memaksa Prabowo menginspeksi pasukannya. "Di sini Anda tetap Jenderal," kata Abdullah sambil memeluk Prabowo.

Sejak saat itu, Prabowo mengaku jatuh cinta dengan Yordania. "Saat saya disingkirkan oleh ABRI, oleh elite politik Indonesia, negeri ini menerima saya dengan baik," kata dia.

Stanley A Weiss, pendiri lembaga Business Executives for National Security di Washington, Amerika Serikat, mengatakan Prabowo dan Raja Abdullah II adalah murid paling menonjol yang pernah dilatih di Amerika.


Weiss dalam artikel di Huffington Post, 2012 lalu mengatakan, hal ini disampaikan sendiri oleh Wayne Downing, jenderal bintang empat yang melatih para tentara asing di Fort Benning. Downing yang telah mangkat mengatakan, di antara tentara asing yang pernah dia latih, Abdullah dan Prabowo yang paling menarik perhatiannya.

"Dia mengatakan pada saya, dari semua tentara asing yang pernah dia latih, kedua orang ini paling menonjol," kata Weiss.

"Dia adalah Abdullah II bin Al-Hussein, keturunan Raja Yordania. Satunya lagi adalah Prabowo Subianto, mantan komandan pasukan khusus Indonesia, dan calon presiden Indonesia 2014," lanjut Weiss lagi.

Selain pernah bertemu dalam pendidikan infanteri di AS, Prabowo dan Abdullah II juga sempat latihan antiteror bersama di Jerman Barat.


Majalah Gatra edisi Nomor 7, 2 Januari 1999, menceritakan awal pertemuan antara Abdullah dan Prabowo terjadi saat Abdullah masih memimpin Komando Pasukan Khusus Kerajaan Yordania (RJSOC) dibentuk pada April 1963.

Secara pribadi, Abdullah sangat kagum dengan keberhasilan Prabowo memimpin Operasi Rajawali dalam pembebasan sandera yang disekap gerombolan Kelly Kwalik di Mapenduma, Irian Jaya pada Mei 1996.

Saking kagumnya, RJSOC yang dipimpin Abdullah dua puluh tahun kemudian berfungsi sebagai payung bagi Brigade Pasukan Khusus dan Pengawal Kerajaan, Unit 71. Pengembangan unit operasinya, diakui Abdullah, terinspirasi oleh Kopassus ala Indonesia, tempat Prabowo pernah menjadi komandan jenderalnya.

Brigade Pasukan Khusus Yordania mencakup Grup Pasukan Khusus, Batalyon Udara, Batalyon Penjelajah, Batalyon Artileri Udara, dan Sekolah Pasukan Khusus. Anggota Unit 71, yang direkrut dari berbagai kesatuan, memiliki keahlian utama antiteror dan pembebasan sandera. Unit ini melakukan latihan bersama pasukan negara tetangga, seperti Mesir, Oman, dan Bahrain. Sempat pula, anggota unit merasakan tempaan keras tentara Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis. Mantan Menteri Pertahanan Israel Yitzhak Mordechai saat itu sampai terkagum-kagum dengan kegesitan anggota Unit 71.

Meski begitu, Abdullah konon tetap memandang Prabowo sebagai seniornya. Sewaktu prajurit Kopassus berhasil mencapai puncak tertinggi di dunia, Mount Everest, Pangeran Abdullah mengikutinya dengan antusias. Ia terharu ketika mendengar cerita bahwa suara takbir diteriakkan pertama kalinya dari situ. (umi)viva.co.id

Kisah Persahabatan Prabowo dan Raja Yordania

Raja Abdullah II dari Yordania kemarin bertemu dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Keduanya merupakan alumni Fort ...

Monday, April 1, 2019



Sebagaimana kita ketahui, memilih pemimpin untuk suatu kelompok adalah suatu keharusan yang tidak bisa dihindari. Adapun beberapa tujuan dipilihnya pemimpin itu untuk membawa kelompoknya menuju tujuan bersama, mempertemukan titik temu antar anggota kelompok, dan mecegah terjadinya perpecahan di kelompok tersebut. Islam sendiri juga mendorong untuk mengangkat pemimpin, salah satu landasanya ialah hadis nabi Muhammad Saw:

إذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمّرُوا أَحَدَهُمْ

“Apabila terdapat tiga orang dalam sebuah perjalanan, maka hendaknya mereka menunjuk salah satu seorang dari mereka sebagai pemimpin”.

Setelah kita mengetahui tujuan diangkatnya pemimpin, di benak kita tergambar bahwa untuk merealisasikan tujuan itu, harus mengangkat pemimpin yang berkompeten. Dalam sejarah islam, banyak tokoh-tokoh muslim yang bisa dijadikan contoh pemimimpin yang berkompeten, salah satunya ialah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Umar bin Abdul Aziz adalah Khalifah ke delapan dinasti Umayyah menggantikan Sulaiman bin Abdul Malik. Pada awalnya, Sulaiman bin Abdul Malik ingin mengangkat salah satu anaknya untuk menjadi khalifah penggantinya. Akan tetapi, orang terdekat Sulaiman bin Abdul malik melarangnya dan menyarankan untuk memilih Umar bin Abdul Aziz yang terkenal dengan kecakapanya.

Walau bisa dikatakan masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz terbilang singkat, yaitu dua tahun (99-101 H), akan tetapi beliau mampu membawa pemerintahanya berada pada puncak kejayaannya. Salah satu langkah berani beliau ialah memecat pejabat yang zalim dan menggantikanya dengan pejabat yang cakap. Sehingga, pemerintahan Umar bin Abdul Aziz bisa berjalan dengan stabil.

Bukan hanya mengeluarkan kebijakan untuk bawahanya, tapi juga bagi dirinya dan keluarganya. Beliau tidak berani mengambil bagian dari Baitul Mal dan meminta istrinya untuk mengembalikan perhiasan yang berasal dari dana BaitulMal ke Baitul Mal kembali.

Tak heran, banyak orang yang memuji keteladanan Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin. Dr. Ali Ibrahim Hasan dalam bukunya at-Tarik al-Islami al-Amm, menyebutkan bahwa salah satu perbedaan antara pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dengan pemerintaha para khalifah dinasti Umayyah lainnya, yaitu pemerintahanya tidak dipenuhi dengan penyimpangan dalam agama, bertindak dengan sewenang-wenang, dan penuh pertumpahan darah.

Pemerintahan Umar bin Abdul Aziz berakhir dengan wafatnya beliau. Imam Hasan al-Bashri ketika mendengar kabar wafatnya Umar bin Abdul Aziz menyebutkan, “Maata Khoirun an-Nass (telah meninggal sebaik-baiknya manusia)”.

Lalu, apa penyebab Khalifah Umar bin Abdul Aziz meninggal?

Ada beberapa riwayat yang menjelaskan penyebab meninggalnya Umar bin Abdul Aziz. Salah satunya menyebutkan bahwa penyebab meninggalnya ialah ketakutanya kepada Allah Swt dan lelalahnya ia dalam melayani rakyatnya. Riwayat lainya menjelaskan bahwa penyebab meninggalnya ialah karena diracuni.

Ali Muhammad as-Sholabi dalam buku ad-Daulah al-Umawiyyah: Awamilul al-Izdihar wa Tadaaiyaatil al-Inhiyaar, menyebutkan bahwa saat itu kalangan bani Umayyah tidak bisa merasakan kenikmatan kekuasaan sebagaimana yang pernah mereka rasakan sebelum Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah.

Setelah Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, ia sangat giat dalam memberantas kezaliman dalam internal keluarganya. Sehingga, sebagian dari mereka berencana untuk meracuninya.

Untuk memuluskan rencana tersebut, mereka memerintahkan budak Umar bin Abdul Aziz untuk meracuni tuanya sendiri. Awalnya, budak tersebut merasa ragu untuk melakukan hal tersebut, walaupun dijanjikan dengan uang 1000 dinar dan akan dimerdekakan. Akan tetapi pada akhirnya, budak tersebut terpaksa melayani perintah mereka dikarenakan budak tersebut diancam akan dibunuh jika tidak mematuhi perintah mereka.

Budak tersebut membawa minum kepada Umar bin Abdul Aziz. Sebelum disuguhkan kepada tuanya, ia menjatuhkan racun di dalam minumnya. Tanpa menaruh rasa curiga, Umar bin Abdul Aziz meminumnya, sehingga racun tersebut masuk ke dalam tubuhnya dan membuat ia sakit selama 20 hari hingga meninggal.

Pada masa sakitnya, beliau mengetahui bahwa yang meracuninya ialah budaknya sendiri. Lalu apa yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz setelah mengetahui hal tersebut? Justru iamemaafkan budak tersebut dan memerintahkanya untuk pergi.

Padahal, dengan jabatanya sebagai khalifah, ia bisa saja mengintrograsi budak tersebut dan membocorkan siapa yang memerintahkanya sehingga bisa menghukumnya. Akan tetapi, beliau justru memaafkan mereka semua seraya mengaharapkan balasan kebaikan dari Allah SWT.(i)

Wallahu a'lam

Kisah Umar bin Abdul Aziz Diracun, Tapi Memaafkan Pelakunya

Sebagaimana kita ketahui, memilih pemimpin untuk suatu kelompok adalah suatu keharusan yang tidak bisa dihindari. Adapun beberapa tujuan dip...


Abbas bin Ubadah bin Nadhlah merupakan sahabat Anshar yang mula-mula memeluk Islam (as sabiqunal awwalun). Ia berasal dari Bani Sulaim bin Auf, Suku Khazraj dan termasuk salah satu dari duabelas orang yang berba'iat kepada Rasulullah di Aqabah yang pertama. Ia juga menyertai Ba'iatul Aqabah yang kedua, sebagai tonggak awal pembentukan negeri muslim di Madinah.

Pada Ba’iatul Aqabah kedua itu, setelah Abul Haitsam berpidato kepada kaumnya, suku Aus, untuk menerima dan membela Nabi SAW, Abbas bin Ubadah juga berpidato kepada kaumnya, Suku Khazraj dengan ajakan yang sama. Antara lain ia berkata,"…jika kalian menyaksikan harta benda kalian musnah, dan orang-orang terhormat di antara kalian terbunuh, apakah kalian akan melemparkan beliau ke dalam kehancuran, dan tidak melindunginya dari musuh? Jika itu terjadi, maka Demi Allah, itu adalah kehinaan kalian di dunia dan di akhirat…. Bawalah beliau, korbankanlah harta kalian dan tidak mengapa orang-orang terhormat kalian terbunuh, karena demi Allah, itu akan menjadi kebaikan dunia dan akhirat."

Prosesi Ba'iatul Aqabah kedua itu terjadi pada sepertiga malam yang terakhir pada salah satu hari tasyriq. Memang dipilih waktu yang sepi dan gelap untuk tidak diketahui oleh kaum kafir Quraisy. Tetapi setelah seluruh proses ba'iat itu selesai, ada seorang kafir yang memergoki kumpulan tersebut. Ia berteriak di tempat ketinggian, "Wahai orang-orang yang ada di dalam rumahnya, apakah kalian menghendaki Muhammad dan orang yang berkumpul bersamanya, yang telah keluar dari agama nenek moyangnya? Lihatlah, mereka berkumpul di tempat penggembalaan kalian…."

"Demi Allah, ini krisis Aqabah... " Kata Nabi SAW.

Mendengar ucapan Nabi SAW ini, Abbas bin Ubadah berkata, "Demi yang mengutus engkau dengan kebenaran, jika engkau berkenan, besok kami akan menghabisi penduduk Mina dengan pedang-pedang kami…."

Tetapi Nabi SAW bersabda, "Kami tidak diperintahkan untuk itu, kembalilah kalian ke tenda kalian…!!"

Mereka kembali ke tenda masing-masing dan tidur. Keesokan harinya, beberapa pembesar Quraisy datang ke perkemahan penduduk Yatsrib, dan menanyakan kebenaran peristiwa semalam. Abdullah bin Ubay bin Salul, pemimpin rombongan haji dari Yatsrib, dengan tegas berkata, "Itu bohong, kaumku tidak mungkin bertindak secara lancang melangkahiku. Apapun yang dilakukan penduduk Yatsrib, mereka selalu meminta pertimbangan dariku…!!"

Sementara itu, tujuhpuluh lebih orang yang telah memeluk Islam berbaur dengan yang lainnya, dan sama sekali tidak berkomentar apa-apa. Kaum Quraisy tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada bukti dan saksi yang menguatkan dugaannya tersebut.

Inilah titik tolak awal bangkitnya Islam, dua suku terkuat di Madinah yang sebelumnya saling berperang bersedia berkorban untuk mendukung Nabi SAW. Dua tokohnya, Abbas bin Ubadah dari Khazraj dan Abul Haitsam at Tayyihan dari Aus, berhasil meyakinkan kaumnya untuk berdiri di belakang Nabi SAW demi menegakkan dan memenangkan Islam


Abbas Bin Ubadah Sebagai Tonggak Berdirinya Negara Islam Di Madinah

Abbas bin Ubadah bin Nadhlah merupakan sahabat Anshar yang mula-mula memeluk Islam (as sabiqunal awwalun). Ia berasal dari Bani Sulaim bin A...

 

Tekno Ilmu © 2015 - Blogger Templates Designed by Templateism.com, Plugins By MyBloggerLab.com