Monday, October 16, 2017



Meskipun sudah dikarunia tanah yang subur dan hidup makmur, namun kaum Madyan enggan menyembah Allah SWT. Nabi Syu'aib pun juga telah mengingatkan, tapi mereka lebih memilih menyembah pohon besar. Akibatnya, azab Allah berupa hujan api datang menimpa mereka.

Kisahnya.
Kisah ini dicuplik dari Ayat Al Qur'an Surat At-Taubah ayat 70.

أَلَمْ يَأْتِهِمْ نَبَأُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَقَوْمِ إِبْرَاهِيمَ وَأَصْحَابِ مَدْيَنَ وَالْمُؤْتَفِكَاتِ أَتَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

Artinya:
Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah?. Telah datang kepada mereka Rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, Maka Allah tidaklah sekali-kali Menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri.

Dikisahkan, pada saat itu terdapat suatu kaum yang memiliki wilayah yang subur dan hidup makmur. Kaum tersebut adalah Kaum Madyan. Penduduk Madyan juga terkenal pintar dalam berdagang. Pertanian dan perdagangan yang dilakukan penduduk Madyan membuat mereka hidup makmur. Namun sayang, dalam hal urusan ibadah, mereka meninggalkan ajaran yang pernah diajarkan Nabi Ibrahim a.s untuk menyembah Allah SWT.




Mereka menyembah Al-Aikah, yaitu nama sebatang pohon besar dengan cabang dan rantingnya yang rimbun. Burung-burung pun banyak yang mendatangi pohon yang dikeramatkan penduduk Madyan tersebut. Mereka beranggapan bahwa kemakmuran hidup yang mereka dapatkan adalah kemurahan Al-Aikah, bukan datang dari Allah SWT.



Akhlak Tercela.
Tak hanya itu, akhlak kaum Madyan kian tercela. Mereka membenarkan penipuan, perampokan, bahkan pemerkosaan. Mereka tak lagi punya kejujuran dan hati nurani terhadap sesama manusia.
Al-Aikah sesungguhnya tidak berbeda dengan pohon-pohon lainnya. Burung-burung yang berdatangan dan hinggap di Al-Aikah juga burung-burung biasa. Ia mengoceh karena memang begitulah perilakunya, bukan karena diperintah Al-Aikah.

Kerusakan akhlak dan tauhid yang demikian parah, menyebabkan Allah SWT mengutus Nabi Syu'aib a.s untuk menyadarkan Kaum Madyan. Nabi Syu'aib yang keturunan Nabi Luth dengan suara lantang mengingatkan kekeliruan kaum Madyan tersebut. Nabi Syu'aib menyeru agar penduduk Madyan meninggalkan penyembahan kepada Al-Aikah dan kembali menyembah Allah SWT.

"Ingatlah baik-baik, bukankah kalian dulu hanya berjumlah sedikit? Perhatikanlah baik-baik pula bagaimana akhir hidup bagi orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi ini. Untuk itu, tinggalkan Al-Aikah dan sembahlah Allah," kata Nabi Syu'aib a.s.
"Kami tidak gentar dengan ancaman tersebut dan tetap akan menyembah Al-Aikah," kata seorang pemimpin Madyan.

Mendapati kekerasan hati dan penolakan penduduk Madyan, Nabi Syu;'aib lantas berdoa kepada Allah SWT,
"Ya Allah, Ya Tuhan Kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan adil, karena Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya," doa Nabi Syu'aib a.s.

Udara Panas.
Nabi Syu'aib beserta pengiktunya bergegas meninggalkan daerah Madyan setelah mendapat kepastian akan segera datang azab. Akhirnya azab Allah kepada penduduk Madyan pun datang. Wilayah Madyan diguncang gempa maha dahsyat. Tidak hanya itu saja, penduduk Madyan didera dengan udara yang panas selama 7 hari 7 malam, panas yang menyengat. Meski mereka telah berusaha sekuat tenaga menanggulangi udara panas itu, usaha mereka tetap gagal.

Tak lama kemudian, muncul awan hitam dari langit. Penduduk Ashabul Aikah bersuka cita karenanya. Namun, ternyata yang datang bukanlah air hujan, melainkan hujan api dan bara yang menyala-nyala. Dalam waktu siingkat saja, seluruh penduduk Madyan mati mengenaskan karena kekafiran serta kemusyrikan mereka kepada Allah SWT.

Datangnya azab Allah sesungguhnya bukan karena keinginan Allah menyiksa mereka, tetapi semua itu karena kaum Madyan yang ingin menyiksa dirinya sendiri dan tidak mau bertobat.
Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Sumber: https://kisahislamiah.blogspot.con

Kisah Ashabul Aikah Kaum Yang Dihujani Api

Meskipun sudah dikarunia tanah yang subur dan hidup makmur, namun kaum Madyan enggan menyembah Allah SWT. Nabi Syu'aib pun juga telah me...


Kita sua kembali dengan kisah-kisah yang lucu tentang petualangan Abu Nawas yang cerdik. Selalu saja ada cara untuk menghadapi ketegangan antara lawan maupun kawan.

Abu Nawas memiliki tetangga yang sangat kikir dan serakah, dia pun ingin memberikan pelajaran agar tetangga yang berprofesi sebagai tuan tanah tersebut bertobat. Bagaimana kisahnya ya,

Kisahnya
Pada suatu sore, Abu Nawas duduk di beranda rumahnya sambil memandang langit. Abu Nawas berpikir bagaimana caranya agar sore itu keluarganya bisa dapat makan.

Sementara itu, dalam jarak puluhan meter dari rumah Abu Nawas, seorang tuan tanah tinggal. Rumahnya mewah, lengkap dengan gudang makanan dan peternakan serta perkebunan yang luas. Hamppir semua warga di kampung itu, bahkan termasuk Abu Nawas, bekerja kepada tuan tanah tersebut.

Namun, tuan tanah itu memiliki sifat yang kikir serta tamak.

Telur Bisa Beranak
Tuan tanah itu mendengar berita bahwa Abu Nawas memiliki keahlian yang unik.
Apabila meminjam sesuatu akan dikembalikan secara lebih dengan alasan beranak. Seperti meminjam seekor ayam, maka akan dikembalikan dua karena ayam itu beranak. Tuan tanah lalu mencari cara agar Abu Nawas segera meminjam uang darinya.

Kebetulan pada sore itu Abu Nawas ingin meminjam berupa tiga butir telur. Kontan saja tuan tanah senang bukan kepalang karena pinjaman itu akan menjadi banyak nantinya. Bahkan tuan tanah tersebut menawarkan pinjaman-pinjaman yang lain. Akan tetapi Abu Nawas menolaknya karena dia hanya butuh tiga butir telur itu saja.

Saat tuan tanah menanyakan kapan telur itu akan beranak, Abunawas menjawab itu tergantung dengan keadaan.

Lima hari berlalu, Abu Nawas pun mengembalikan telur yang dipinjamnya dengan lima butir telur. Tuan tanah sangat senang dan dia menawarkan pinjaman lagi. Abu Nawas pun meminjam piring tembikar sebanyak dua buah dan tuan tanah itu dengan senang hati meminjamkannya dengan harapan piring tembikarnya beranak kayak telur ayam yang dulu.

Lima hari pun berlalu lagi dan Abu Nawas mengembalikan piring tembikar sebanyak tiga buah. Walaupun tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetapi hati si Tuan tanah cukup gembira. Tak apalah piki tuan tanah karena bisa saja orang itu mempunyai anak tunggal bahkan tidak memiliki anak.

Mati Mendadak
Pada hari selanjutnya, si tuan tanah menawarkan pinjaman uang senilai 1000 dinar. Sebuah jumlah yang cukup besar, bahkan bisa untuk menggaji seluruh karyawan tuan tanah selama satu bulan. Dia menanti dengan tidak sabar. Hari berganti hari bahkan lima hari terlewati sudah. Tak terasa sudah berjalan satu bulan dan Abu Nawas tak kunjung datang ke rumahnya.

Karena tidak sabar, si tuan tanah mendatangi Abunawas dengan didampingi pengawalnya. Mulanya si tuan tanah gembira, namun dia marah besar setelah menerima penjelasan dari Abu Nawas.
"Sayang sekali Tuan, uang yang saya pinjam, bukannya beranak, malah tiga hari setelah saya bawa pulang, mati mendadak," ujar Abu Nawas.

Mendengar itu, si tuan tanah menjadi geram.
Pengawalnya hampir saja memukul Abu Nawas, tapi untung saja tidak jadi karena ada rombongan pekerja yang baru pulang. Tuan tanah mengadukan Abu Nawas ke pengadilan dan berharap Abunawas digantung atau bahkan dihukum rajam.

Di depan hakim, Abu Nawas melakukan pembelaan dengan membeberkan semua duduk persoalannya. Demikian juga dengan si tuan tanah. Pengadilan pun memutuskan bahwa Abu Nawas tida bersalah karena sangat masuk akal kalau sesuatu yang bisa beranak pasti bisa mati. Seketika itu juga tuan tanah yang tamak itu pingsan selama beberapa jaman sulit untuk dibangunkan. Ia telah tertipu karena wataknya sendiri yang kikir, tamak dan pelit.

Telur Beranak: Menipu Balik Tuan Tanah

Kita sua kembali dengan kisah-kisah yang lucu tentang petualangan Abu Nawas yang cerdik. Selalu saja ada cara untuk menghadapi keteg...

Sunday, October 15, 2017


Abu Nawas sangat sedih melihat rumahnya hancur karena diobrak-abrik prajurit kerajaan. Tapi, dengan akal liciknya, Abunawas berhasil membalas menghancurkan kerajaan dengan sebuah tongkat yang terbuat dari besi. Dengan berdalih untuk membunuh lalat-lalat yang telah makan nasinya, Abu Nawas memporak-porandakan seluruh isi kerajaan.

Berikut Kisahnya
Pada suatu hari Abu Nawas terlihat murung. Ia hanya tertunduk lesu mendengarkan penuturan istrinya yang mengatakan kalau beberapa pekerja kerajaan atas titah Raja Harun membongkar rumahnya. Raja berdalih bahwa itu dilakukan karena bermimpi kalau di bawah rumahnya terpendam emas dan permata yang tak ternilai harganya.

Namun, setelah mereka terus menerus menggali, ternyata emas dan permata tidaj jua ditemukan. Parahnya, sang raja juga tidak mau meminta maaf dan mengganti rugi sedikitpun kepada Abu Nawas. Karena itulah Abu Nawas sakit hati dan memendam rasa dendam kepada perusak rumahnya.

Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia menemukan muslihat untuk membalas perbuatan baginda. Makanan yang dihidangkan istrinya pun tidak dimakan karena nafsu makannya telah lenyap.

Balasan Abu Nawas
Keesokan harinya Abu Nawas melihat banyak lalat-lalat mulai menyerbu makanannya yang sudah mulai basi. Begitu melihat lalat-lalat itu berterbangan, Abu Nawastiba-tiba saja tertawa riang seolah mendapatkan ide.

"Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi," kata Abu Nawas kepada istrinya.

Dengan wajah berseri-seri, Abu Nawas berangkat menuju istana.
Setiba di istana, Abu Nawas membungkuk memberi hormat kepada Raja Harun. Raja Harun terkejut atas kedatangan Abu Nawas.i hadapan para menterinya, Raja Harun mempersilahkan Abu Nawas untuk menghadap.

"Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan perlakuan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka memasuki rumah hamba tanpa izin dan berani memakan makanan hamba," lapor Abu Nawas.
"Siapakah tamu-tamu tidak diundang itu wahai Abu Nawas?" ujar Baginda dengan bijaksana.
"Lalat-lalat ini Tuanku," kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya.

"Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Paduka junjungan hamba, hamba mengadukan perlakuan yang tidak adil ini," ujar Abu Nawas sekali lagi.
"Lalu, keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dariku?" respon Raja Harun.
Hamba hanya menginginkan izin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa dengan leluasa menghukum lalat-lalat yang nakal itu," kata Abu Nawas memulai muslihatnya.

Kaca Pecah
Akhirnya Raja Harun dengan terpaksa membuat surat izin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul lalat-lalat itu dimanapun mereka hinggap. Setelah mendapat izin tertulis itu Abu Nawas mulai mengusir lalat-lalat di piringnya hingga mereka terbang dan hinggap di sana sini. Dengan menggunakan tongkat besi yang dibawa dari rumah, Abu Nawas mengejar dan memukuli lalat-lalat itu.

Ketika hinggap di kaca, Abu Nawas dengan tenang dan leluasa memukul kaca itu hingga pecah. Kemudian vas bunga nan indah juga ikut terkena pukul dan pecah. Akhirnya hanya dalam beberapa menit saja seluruh perabot istana hancur berkeping-keping. Raja Harun tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyadari kekeliruannya yang telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganysa.

Dan setelah merasa puas, Abu Nawas mohon diri
Barang-barang kesayangan Raja Harun banyak yang hancur. Bukan cuma itu saja, raja juga menanggung rasa malu. Kini dia sadar betapa kelirunya telah berbuat semena-mena kepada Abu Nawas.

Kisah Abu Nawas: Istana Hancur Oleh Lalat

Abu Nawas sangat sedih melihat rumahnya hancur karena diobrak-abrik prajurit kerajaan. Tapi, dengan akal liciknya, Abunawas berhasil mem...

Friday, October 13, 2017


Hidayah merupakan karunia Allah. Dia memberikannya kepda siapa saja yang dikehendakinya. Termasuk kepada penjahat sekalipun. Imam adz-Dzahabi pernah menceritakan kisah seorang pencuri yang bertaubat , kekmudian dia menjadi seorang ulama. Beliau menceritakan,” Adalah Al fudhail bin Iyadh dulunya sorang penyamun yang menghadang orang-orang di daerah antara Abu warda dan Sirjis. Awal mulanya beliau pernah terpikat seorang wanita> Suatu malalm beliau menyelinap ke rumah wanita tersebut, ketika beliau memanjat tembok, tiba-tiba saja beliau mendengar seserang membaca ayat

“Belum datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka guna meningat Alah serta tunduk kepada kebenaran yang tleh turun kepada mereka dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah turun Al Kitab kepadanya, kemudian berlalu masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan mayoritas mereka adalah orang-orang yang fasiq (QS Al Hadid 16)

Tatkala mendengarnya beliau gemetar dan berkata, “ Tentu saja wahai rabb ku. Sungguh telah tiba saatku (untuk bertaubat). Belliau pun turun ke reruntuhan bangunan, tempat beliau tinggal. Tiba-tiba saja sekelompok orang yang lewat. Sebagian mereka berkata, “Kita jalan terus!” dan sebagian yang lain berkata,” Kita jalan terus sampai pagi, karena biasanya Fudhail menghadang kita di jalan ini,” fudhail menceritakan ,”Kemudian aku merenung dan bergumam.” aku menjalani kemaksiatan-kemaksiatan di malam hari dan sebagian dari kaum muslimin ketakutan kepadaku, dan tidaklah Allah menggiringku kepada mereka ini melainkan agar aku bertaubat kepadaMu dan aku jadikan taubat itu denga tinggal di Baitul Haram.

AYat itulah yang menyadarkan seorang Fudhail bin Iyadah dari kelalaian yang panjang. Hingga akhirya beliau menjadi ulama senior di kalangan tabi’in, sekaligus dikenal sebagi ahli ibadah yang zuhud. Ayat itu pula yang menyadarkan Malik bin Dinar yang pada gilirannya menjadi ulama terkemuka di zamannya..

Ayat di atas menjadi teguran yang halus, sekaligus menohok’ terhadap orang-orang yang telah menyatakan dirinya beriman. Halus, karena ALLah menyentuh dengan sapaan “orang-orang yang beriman.” Bukan dengan kalilmat “orang-orang yang durhaka”. Menohok karena setiap orang yang merasa dirinya beriman pasti terhenyak ketika menghayati ayat ini. Ini menimbulkan kesadaran, betapa tidak layaknya seseorang sebagai orang beriman,Jika hati dan perbuatannya tidak mencerminkan sebagai orang beriman- Yang terkadang masih menyepelekan dosa-dosa, menomor duakan perintah Allah dan RasulNya. Ditambah lagi merasa enjoy berlama-lama dengan kondisi seperti itu.

Rasulullah saw bersabda,

Sesungguhnya seorang mukmin membayangkan dosa-dosanya seperti duduk di kaki gunung dan ia takut tertimpa olehnya. Sedangkan seorangyang pendosa menganggap dosanya seperti lalat yang hinggap dihidungnya lalu dikibasnya (HR Tirmidzi)

.Para sahabat yang demikian taat pun menganggap bahwa ayat ini sebagai teguran untuk mereka. Abdullah bin Mas’ud berkata, Jarak antara keislaman kami dengan teguran Allah pada ayat ini adalah 4 tahun,: sementara Abdullah bin Abbas mengatakan “ Sesungguhnya Allah menganggp lambat hati orang-orang dalam merespon (ayat-ayatnya) lalu Allah menegur mereka setelah 13 tahun sejak diturunkannya ayat !” yakni teguran dengan ayat ini.

Jika demikian, tentulah kita lebih layak menjadi obyek dari teguran Allah dalam ayat ini. Memang kita telah banyak mendengar ayat Allah dibacakan, juga membaca dan mempelajarinya, alhamdulillah. Namun jujur kadang hati dan jasad belum juga khusyuk. Hati belum fokus dan konsen terhadap peringatan dari Allah . Ayat-ayat dan hadits Nabi saw tentang larangan, sering pula mampir di telinga, ancamannya pun kerap kita baca. Namun seberapakah efek peringatan itu terhadap hati dan tindakan kita? Seakan masih menunggu waktu atau masih merasa panjang waktu kita untuk bersenang-senang dan bersibuk-sibuk dengan dunia. Seolah kita tahu berapa jatah umur kita hidup di dunia lalu dengan ‘pede’nya merencanakan untuk menyisihkan waktu saat taubat beberapa saat saja diujung usia. Alangkah lancangnya kita dengan taqdir Allah. Kita lupa bahwa angan-angan manuis itu melampui batas ajalnya. Kematian bisa saja datang sebelum kita menyelesaikan separuh atau bahkan seperempat dari rencan yang kita buat.

Sementara setan terus menghembuskan bisikan yang memabukkan’ dan berdampak mematikan hati. Bisikan itu adlah ‘taswif , bujukan utntuk menunda kebaikan dan taubat dengan kalimat beracun, “nanti !” Setan membisikan kata itu setiap kali tercetus hasrat di hati untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Karena itulah, Ibnul qayyim Al Jauziyah mengatakan ‘innat taswif min junuudi ibllis’, sesungguhnya taswif (mengatakan nanti untuk kebaikan) adalah satu tentara iblis”.

Membaca ayat di atas mestinya kita tersadar, Allah masih memberi kesempatan kita untuk bertaubat dan menyuruh kita bersegera kembali kepadaNya setelah sekian lama teledor dan lalai. Dan kita tidak tahu, seberapa lama lagi Allah masih memberi kesempatan dan menunggu kita untuk memperbaiki diri..

Allahuma a inni ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadtika… Ya Allah aku memohon pertolongan Mu untuk bisa mengingatMu dan bersyukur kepadaMu serta dalam khusyu beribadah kepadaMu

(disadur, AR Risalah Media , Menata Hati menyentuh Ruhani) eramuslim.com

kisah Seorang Perampok Taubat Dan Menjadi Ulama

Hidayah merupakan karunia Allah. Dia memberikannya kepda siapa saja yang dikehendakinya. Termasuk kepada penjahat sekalipun. Imam adz-Dzahab...

 

Tekno Ilmu © 2015 - Blogger Templates Designed by Templateism.com, Plugins By MyBloggerLab.com