Monday, May 30, 2016











Oleh : Muhammad Yusron Mufid

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (Q.S. Al Ankabut : 2-3)

Sebagai muslim, tentu tidak ada yang patut kita teladani selain peri kehidupan nabi Muhammad S.A.W. dalam segala aspek kehidupan. Tidak hanya dalam hal ritual tetapi dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Seorang ilmuwan barat bernama Michael Hart menempatkan pribadi nabi Muhammad sebagai orang nomor 1 dari daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia mengatakan salah satu alasannya meskipun umat Islam bukanlah pemeluk agama terbanyak di dunia namun pribadi Muhammad bukan hanya sosok pemimpin spiritual, tetapi adalah seorang pemimpin politik dan seorang Negarawan. Meskipun sosoknya telah tiada, akan ada umat Islam yang meneruskan misi perjuangannya hingga hari kiamat tiba.

Menjadikan nabi Muhammad sebagai teladan berarti menjadikan beliau sebagai acuan dalam membangun cara hidup Islam. Jika kita mengamati pelaksanaan Islam dimasa Rasulullah maka kita akan tahu bahwa Islam yang Rasulullah ajarkan bukanlah Islam yang hanya terpusat kepada ibadah ritual saja melainkan adalah sistem hukum efektif yang berlaku di masyarakat. Bangunan Islam awal yang Rasulullah bangun di Madinah ditegakkan dengan pilar adanya masyarakat Islam yaitu warga Madinah, Pemerintahan yang dipimpin langsung oleh Rasulullah, dan wilayah kekuasaan meskipun di periode awal dalam lingkup yang kecil yaitu wilayah madinah dan sekitarnya. Dengan demikian, pemberlakuan Islam di masa Rasulullah telah memenuhi unsur berdirinya sebuah Negara dengan adanya rakyat, pemerintahan dan wilayah kekuasaan. Sebuah Negara Islam dibawah kepemimpinan langsung Rasulullah Muhammad S.A.W.

Membayangkan Negara Islam di masa nabi pada awal berdirinya bukanlah Negara Islam (Kekhilafahan) pada masa Harun Ar Rasyid yang konon kehidupan pada waktu itu makmur dan kekayaan melimpah. Namun ternyata identik dengan perjuangan dan ketabahan. Ini menjadi pelajaran bagi kita agar orientasi yang dibangun untuk menegakkan Kekhilafahan Islam bukanlah untuk kemakmuran materi dan kemapanan ekonomi belaka tetapi orientasi utama adalah sebagai sarana untuk melaksanakan tauhid, kewajiban menyembah Allah, merealisasikan hukum-hukum dan syariatNya serta mengemban dakwah Islam seantero muka bumi. Disini saya akan bercerita sedikit bahwa para sahabat rela meninggalkan tanah air dan tumpah darahnya ke negeri yang seperti “Neraka” bukan karena sumber daya alam melimpah di negeri tersebut, motif ekonomi dan perut belaka akan tetapi demi ketulusan iman mereka, demi pembuktian cinta kepada Allah dan RasulNya. Mari kita simak.

Dari sisi kesehatan, negeri madinah pernah Allah berikan cobaan kepada penduduknya dengan wabah demam. Demam yang amat menyiksa para penduduknya terutama oleh kaum muhajirin yang memang tak terbiasa dengan cuaca di negeri lain. Seperti yang digambarkan oleh sahabat Am’r bin Ash ia berkata, “Ketika tiba di Madinah banyak dari kami yang meninggal dunia karena demam yang tinggi. Sampai ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar para sahabat sedang shalat sunnah sambil duduk, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat sambil duduk pahalanya separuh shalat sambil berdiri.”

Selain itu, Sahabat yang mulia Bilal pernah mendoakan laknat kepada para pembesar Negeri Mekkah yang telah mengusir mereka ke Negeri yang dilanda wabah penyakit yaitu negeri Madinah. Seperti yang dikisahkan Aisyah dalam Shahih Bukhari “Ya Allah laknatlah Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi‟ah dan Umayyah bin Khalaf sebagaimana mereka mengusir kami dari negeri kami ke negeri yang penuh wabah penyakit.”

Bahkan dari sebuah riwayat dari HR Bukhari disebutkan bahwa ada beberapa orang Islam yang kembali murtad karena tidak tahan terhadap wabah penyakit yang sedang melanda negeri Islam tersebut. Berkat Kejadian ini, Rasulullah bersabda bahwa hal ini adalah tabiat negeri Islam madinah yang dengannya akan menjadi proses seleksi siapa hamba-hambaNya yang tulus mencintai Allah dan RasulNya.
“Saya diperintahkan hijrah ke sebuah daerah yang memiliki banyak keutamaan dibanding daerah- daerah yang lain. Orang-orang menamakan tempat itu dengan nama Yatsrib. Itulah yang sekarang bernama Madinah. Ia menyeleksi manusia sebagaimana al-kiir menghilangkan bagian dari besi yang buruk.” (HR Bukhari).

Tak hanya dari sisi kesehatan, pun halnya dari sisi ekonomi. Dalam Shahih Muslim, ada riwayat dari Abu Sa‟id maula Al-Mahri, bahwa ia mendatangi Abu Sa‟id Al-Khudhriy pada malam yang panas. Ia meminta saran kepada Abu Sa‟id Al-Khudhriy akan meninggalkan Madinah dan mengeluhkan harga barang-barang yang mahal, keluarganya yang banyak dan memberi tahunya bahwa ia tidak sabar lagi menanggung kesulitan dan ujian Madinah. Maka Abu Sa‟id Al- Khudhriy menjawab, “Celaka kamu, saya tidak menyuruhmu melakukannya. Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidaklah seseorang bersabar menahan rasa lapar di Madinah lalu meninggal dunia melainkan saya akan menjadi penolong (syafii‟) atau saksi (syahiid) baginya kelak pada hari kiamat, jika ia seorang muslim.”

Bahkan diriwayatkan Dalam Shahih Bukhari pada suatu ketika bahwa para tamu mulia di masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana seluruh sahabat melihat mereka jatuh tersungkur karena sakit saking laparnya, tidak punya apa-apa. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Orang yang paling baik terhadap orang-orang miskin adalah Ja‟far bin Abu Thalib. Ia sering mengunjungi kami dan memberikan makanan kepada kami apa saja yang ada di dalam rumahnya. Sampai ia pernah memberikan ukkah (bejana kecil terbuat dari kulit biasanya untuk wadah mentega) yang sudah tidak ada apa- apanya, lalu kami menyobekinya kemudian kami menjilati apa yang tersisa”

Perlu para pembaca ketahui bahwa Ja’far bin Abi Thalib yang diriwayatkan pada cerita diatas baru datang ke Negeri Islam Madinah adalah setelah penaklukkan benteng Khaibar yaitu 7 tahun setelah berdirinya negeri Islam Madinah. Artinya dalam waktu 7 tahun kelaparan masih melanda negeri kaum muslimin.

Bahkan pemimpin Negaranya sendiri, manusia mulia Rasulullah S.A.W tak luput dari deraan rasa lapar yang luar biasa seperti yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim ‘dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Pada sauatu hari saya mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya mendapati beliau sedang duduk berbincang-bincang dengan para sahabatnya. Dan beliau mengikat perutnya dengan sebuah perban. Usamah berkata, “-Saya ragu-ragu- dengan sebuah batu.” Saya bertanya kepada beberapa sahabat, “Kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikat perutnya?” Mereka menjawab, “Karena lapar.”

Dari sisi keamanan pun Negara Islam dimasa Rasulullah ada dalam kondisi terhimpit dari segala penjuru oleh kepungan musuh-musuhNya, seperti yang diucapkan oleh pemimpin kaum Anshar kepada pengikutnya ketika mereka mempertimbangkan akan melindungi Rasulullah bahwa mereka akan menjadi musuh bersama segenap bangsa Arab. Penuh resiko militer dari penyerbuan mereka. Hingga akhirnya mereka paham dan tetap dengan Ikhlas mebaiat Rasulullah. Pun ketika Rasulullah dan para sahabatnya sudah di Madinah tetap dihantui rasa kecemasan terhadap keamanan hingga Rasulullah selalu membawa senjata di pinggangnya dan para sahabat menjaga Rasulullah di waktu malam.

Demikianlah gambaran singkat Kondisi Daulah Nabawiyah di masa awalnya yang amat memprihatinkan, saya tidak bisa membayangkan akan berapa kali Rakyat Madinah melakukan demonstrasi kepada Rasulullah karena urusan perut dan uang jika pola pikir mereka seperti rakyat sekarang. Ini juga menjadi pelajaran bagi Gerakan Islam yang memiliki cita-cita mulia yaitu tegaknya Kekhilafahan Islam bahwa para sahabat bisa begitu tabah dan sabar menghadapi kondisi yang demikian karena keberhasilan proses penanaman pemahaman (Tarbiyah) dari Rasulullah yang berorientasi kepada tauhid dan akidah Islam. Bukan karena iming-iming ekonomi, penguasaan SDA, BBM Murah, pendidikan terjangkau, bebas pajak, serta kemakmuran materi lainnya. Melainkan pendidikan yang ditanamkan Rasulullah kepada para sahabat adalah tentang tujuan hidup bahwa mereka diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah saja tanpa menyekutukanNya, tunduk kepada hukum-hukum dan syariatNya, mereka hidup untuk menjalani ujian, akan adanya hidup setelah mati serta keyakinan terhadap janji Allah akan menjayakanNya dimuka bumi jika bersabar dalam menjalani ujian dan kesulitan. Pemahaman itulah yang membuat para sahabat begitu tegar menghadapi segala bentuk musibah dan ujian.

Ini juga sebagai kritik kepada mereka yang menyatakan bahwa negara Islam layak berdiri ketika sudah benar-benar mampu melayani kebutuhan masyarakat baik pangan, sandang dan papan. Lalu bagaimana keadaan Negara Islam zaman Rasulullah yg amat memprihatinkan tsb ? Tidak lain bahwa Negara Islam layak berdiri karena kesadaran dan komitmen umatnya untuk menegakkan hukum Allah, menegakkan tauhid dan mencegah kemungkaran dan sekali lagi bukan karena motif perut dan uang.

Melihat pengorbanan para Sahabat, kita tentu patut malu karena banyak mengeluh ketika datang kesulitan dalam ketaatan. Padahal kesulitan yang kita alami belumlah seperti Rasulullah dan para sahabat yang mulia. Wallahua’lam

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar”. (QS. 3:142)



“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah“. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (QS 2:214)

Artikel : eramuslim.com

*Disarikan dari teks materi ceramah Abu Hamzah Al Muhajir dengan judul Daulah Nabawiyah

Teladan dari Kondisi Negara Islam dibawah Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw

Oleh : Muhammad Yusron Mufid “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak...

Tuesday, May 24, 2016

Abu Ali Umari, begitu orang mengenalnya. Ia juga pernah disebut dengan Abu Ali Alawi karena memang dia adalah pengikut Syiah Alawiyah. Waktu masih memeluk Syiah, ia adalah seorang tentara dan berada di divisi tank sebagai seorang pengemudi.

Abu Ali berasal dari provinsi Homs dan kisahnya ini diceritakan oleh Abu Mus’ab Al-Anshory kepada korespondenarrahmah.com di tanah Syam.

Kisah hijrah Abu Ali Umari berawal saat ia tertangkap oleh Mujahidin Jabhah Nushrah yang melancarkan penyerangan ke markas tentara rezim Nushairiyah pimpinan Bashar Asad di mana ia ditugaskan. Dalam serangan itu, Abu Ali ditangkap dan ditahan oleh Mujahidin. Dengan dakwah sunnah secara intensif dari pihak rehabilitasi penjara, akhirnya Abu Ali tersadar dan dengan sukarela menyatakan bertaubat dan kembali kepada ajaran Islam yang haq

Setelah melihat kelakuan baiknya dan keinginannya yang kuat untuk mendalami Al-Qur’an dan Sunnah selama berada di dalam tahanan Mujahidin, akhirnya ia dibebaskan dan ia memilih bergabung dan berperang di sisi Mujahidin daripada kembali ke keluarganya yang masih menjadi penganut Alawiyah.

Abu Ali Umari dikenal sebagai sosok yang ramah dan suka bercanda, namun perilakunya juga sedikit kasar karena memang latar belakangnya adalah Alawiyah yang sejak revolusi Suriah meletus, orang-orang Alawiyah dikenal sebagai orang yang kejam di barisan pasukan rezim Asad.

Setelah bergabungnya Abu Ali dalam barisan Mujahidin di divisi lapis baja pasca penaklukan kota Idlib, ia memilih duduk sebagai pengemudi tank T-72 buatan Rusia.

Penyerangan bukit Hamra

Satu dari banyak hal yang diingat dari kisah Abu Ali Umari adalah saat ingin melakukan penyerangan di bukit Hamra, pedesaan timur provinsi Hama yang penduduknya mayoritas pemeluk Syiah. Saat itu ia berada dalam satu tank bersama dua orang lainnya yang berposisi sebagai gunner dan observer yang sekaligus penembak senapan mesin doshka dengan kaliber 12,7×108 mm.

Sebelum penyerangan dimulai, Abu Ali melontarkan candaan sambil terus tersenyum kepada rekan-rekannya.

“Hai Abu Mus’ab, kita akan menyerang orang-orang Alawiyin, jika nanti kita sudah sampai di tengah-tengah mereka, saya akan tembak kalian berdua dari dalam (sambil memperagakannya) lalu saya akan turun dari tank dan melambaikan tangan kepada kalian,” ujar Abu Mus’ab Al-Anshory mengikuti ucapan Abu Ali saat itu, kepada korespondenarrahmah.com.

Mereka tertawa bertiga, lalu membalas candaaan Abu Ali.

“Bagaimana jika setelah itu para tentara Syiah akan menangkap dan membunuhmu?”

Abu Ali saat itu menjawab: “Aku akan mengaku kalau aku adalah seorang Alawiy dan aku mengerti kebiasaan danlahjah (gaya bicara) mereka, mereka tidak akan menangkapku.”

Mendengar jawaban tersebut, ketiganya kembali tertawa lalu terdiam sejenak. Setelah itu Abu Ali dengan ringan mengatakan: “Jangan takut saudaraku, aku mencintai kalian karena Allah, dengan pertolongan Allah kita akan hancurkan mereka semua.”

Lalu ketiganya bertakbir dan berpelukan serta saling mendoakan.

Abu Ali Umari dan timnya. (Foto: Dokumen arrahmah.com)

Saat itu setelah komandan tertinggi penyerangan mengambil keputusan, tank T-72 yang dikendarai abu Ali tidak menjadi tank yang berada di depan, melainkan tank cadangan yang berada di belakang bersama beberapa kendaraan tempur infanteri BMP.

“Saya pribadi tidak bisa mengungkapkan bagaimana campur aduknya perasaan hati saya saat itu, sedih dll bercampur menjadi satu karena tim kami tidak terpilih menjadi tank penyerang pertama, melainkan hanya sebagai tim cadangan jika ada masalah pada tank lainnya,” ungkap Abu Mus’ab.

Sore itu cuaca seperti mendukung penyerangan oleh Mujahidin, langit sedikit mendukung dan gerimis ringan pun turun membasahi bumi.

Setelah persiapan, tim penyerang pun berangkat dan menempuh jarak sekitar 4 kilometer menuju posisi tentara Syiah dengan medan yang gersang dan sedikit bergurun. Untuk melindungi tim penyerang hingga sampai di posisi paling dekat dengan pasukan rezim Asad, tembakan perlindungan pun dilancarkan dengan berbagai macam senapan mesin berat hingga meriam mulai dari kaliber 37 dan 57 mm, mortar serta tembakan tank T-55 dan T-62 dengan kaliber 100 mm dan 115 mm.

Qadarullah saat itu serangan tidak mengalami keberhasilan dan pasukan ditarik mundur ke titik awal.

Penyerangan di Kafraya dan Fuaa

Kisah lainnya yang dikenang dari Abu Ali Umari adalah saat ia kembali dipilih menjadi pengemudi tank T-72 yang akan menyerang ke posisi Syiah di desa Kafraya dan Fuaa.

Setelah mendapat komando untuk menyerang, Abu Ali langsung tancap gas dan tank-nya pun melaju dengan kencang, saat itu Abu Ali sangat bersemangat untuk memporak-porandakan pertahanan para Syiah hingga ia tidak lagi menunggu-nunggu gunner-nya untuk menembak doshma-doshma (bunker) pertahanan para tentara Syiah.

Ia menggilas dan menabrak semua doshma yang ada di depannya, hingga banyak dari tentara Syiah yang mati terhimpit di dalam doshma-doshma mereka.

Abu Ali bersama tank-nya terperosok ke sebuah parit yang dalam yang sebelumnya telah di gali oleh para tentara Syiah dan ditutupi sedemikian rupa hingga sulit membedakan nya. Abu ali terus mencoba memaksa tank-nya agar bisa naik dari parit yang dalam tersebut, karena parit itu cukup dalam akhirnya Abu Ali Umari tidak bisa menggerakkan tank-nya.

Ditengah-tengah posisi musuh Abu Ali tidak kehabisan akal, ia timnya keluar meninggalkan tank, berbekal senapan serbu otomatis dan beberapa magazine peluru di rompinya, Abu Ali dan timnya maju menyerang musuh sambil bertakbir.

Sambil menunggu pasukan bantuan datang Abu Ali dan rekan-rekannya terlibat dalam baku tembak yang sengit dengan tentara Syiah, namun itu tidak menyurutkan semangat tempur mereka. Setelah pasukan bantuan datang dan kekuatan baku tembak sedikit berimbang, sebuah peluru mortar dengan kaliber yang tidak terlalu besar, sekitar 60 mm, jatuh sangat dekat dengan Abu Ali Umari, saat itu para pejuang mengira Abu Ali telah syahid, setelah tim medis pasukan mengevakuasinya ke rumah sakit lapangan, ternyata Abu Ali hanya pingsan dan mengalami sedikit luka akibat pecahan peluru mortar.

Alhamdulillah penyerangan kali itu berhasil cukup baik sehingga posisi Mujahidin menjadi sangat dekat dengan pusat kota Kafraya dan Fuaa.

Penyerangan desa Khontuman, Aleppo selatan

Penyerangan kali itu, Abu Ali bersama timnya kembali terpilih sebagai tank penyerang, yang akan menyerang posisi tentara koalisi Syiah internasional yang berusaha maju dari arah desa Khontuman, Aleppo selatan.

Setelah tembakan-tembakan tamhid (cover) dilancarkan dari senjata-senjata berkaliber besar serta meriam-meriam kelas berat buatan mujahidin yang terdiri dari mortar, meriam jahannam dan roket fiil(gajah), Abu Ali dan tank lainnya pun maju menyerang.

Dengan pertolongan Allah, penyerangan kali itu cukup mudah. Meskipun tentara Syiah di bantu oleh serangan udara dari pesawat-pesawat tempur koalisi mereka, namun dengan pertolongan Allah semua itu tidak mampu menghentikan penyerangan Mujahidin. Banyak tentara Syiah Iran yang mati dalam pertempuran itu dan sebagian lainnya lari meninggalkan desa Khontuman.

Mujahidin memperoleh ghanimah yang banyak berupa kendaraan-kendaraan tentara Syiah serta persenjataan yang banyak yang mereka tinggalkan. Setelah memperoleh kemenangan, takbir para mujahidin bergema di seluruh lokasi peperangan, Allahuakbar!

Gugurnya Abu Ali Umari

Dua hari setelah penyerangan di desa Khontuman, panglima tertinggi memutuskan untuk melanjutkan penyerangan terhadap posisi tentara koalisi Syiah internasional yang mundur ke arah selatan kota Aleppo, agar mereka kewalahan dan tidak punya banyak waktu untuk menyusun strategi pertahanan.

Setelah selesai menunaikan sholat Subuh berjama’ah, Abu Ali Umari dan rekan-rekannya saling berpelukan dan saling mendoakan, lalu pergi memacu tank-nya bergerak ke titik paling depan dari posisi ribath Mujahidin yang akan di jadikan titik tolak penyerangan.

Cuaca di pagi hari itu masih sedikit gelap, di tengah perjalanan melewati medan yang sedikit terbuka, dan mungkin juga wilayah tersebut telah di pantau terus menerus oleh para tentara Syiah, tiba-tiba sebuah guided missile anti-tank buatan Rusia meluncur dari arah kota menghantam tank Abu Ali Umari, ledakan api besar terlihat jelas dari kejauhan.

“Berangkat dari disiplin ilmu yang telah di pelajari di divisi lapis baja, ketika sebuah roket anti-tank menghantam, para awak di dalam tank hanya mempunyai waktu kurang dari 10 detik untuk keluar meninggalkan tank sebelum panasnya api dari ledakan membakar peluru-peluru di dalam tank dan meledakkannya,” ungkap Abu Mus’ab.

Abu Ali dan timnya segera bergegas keluar meninggalkan tank, saat itu para awak tank tidak mengalami luka sedikitpun, kecuali Abu Aliyang mengalami sedikit luka ringan, setelah berhasil turun dari tank dengan sedikit sempoyongan Abu Ali dan tim berusaha mencari tempat perlindungan agar aman dari tembakan berikutnya.

Namun, tentara Syiah melanjutkan tembakan dengan menghujani posisi Abu Ali dan timnya dengan berbagai macam tembakan dari mortir, rojamat (termobaric misil) dan senjata lainnya sehingga membakar dan menghanguskan lokasi Abu Ali dan timnya hingga radius ratusan meter.

Qadarullah, dengan begitu banyaknya tembakan ke arah Abu Ali, menjadi sebab Allah memilih Abu Ali Umari sebagai syuhada (In syaa Allah). Pada pagi hari itu dia kembali menghadap Rabbal’alamin.

Setelah tembakan mereda, Mujahidin berupaya mencari Abu Ali Umari. Mereka menemukan jasad Abu Ali tergeletak tidak jauh dari tank.

Mengingat banyaknya tembakan ke arah tim tersebut, tidak mungkin tubuh manusia bisa tetap utuh, pasti akan tercerai-berai. Namun karena kuasa Allah, jasad Abu Ali Umari tetap utuh dan hanya mengalami sedikit luka bakardi beberapa bagian tubuhnya.

Selamat jalan wahai pejuang yang mulia, semoga Allah, menerima amal ibadah jihadmu, dan menempatkanmu di barisan para Syuhada‘ di surga firdaus yang tertinggi. Aamiin.(haninmazaya/arrahmah.com)

Perjalanan Jihad Abu Ali Umari, Seorang Mantan Syiah Alawiyah

Abu Ali Umari, begitu orang mengenalnya. Ia juga pernah disebut dengan Abu Ali Alawi karena memang dia adalah pengikut Syiah Alawiyah. Waktu...

Sunday, May 22, 2016

Bismillahi wa sholatu wasallamu 'alaa Rasulillah Muhammadin Shollallahu 'alaihi wasallam wa 'alaa alihi washahbihi ajma'in.

Para ulama banyak yang mengatakan tentang faedah yang akan kita dapatkan jika membiasakan setiap malam membaca 2 ayat terakhir pada surah Al-Baqarah yaitu,









1. Diberi kecukupan untuk keperluan dunianya maupun akhiratnya.

2. Tidak diganggu syetan.
3. Dijauhkan dari segala penyakit.
4. Sebagai pengganti shalat malam.
5. Tentunnya didalam ayat tersebut ada do'a kebaikan yang terus kita baca setiap malam.

Adapun ayatnya adalah sebagai berikut:

Allah Ta’ala berfirman,

آَمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آَمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (285) لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (286)

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.”

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 285-286)


Didalam hadits Nabi Saw., dari Abu Mas’ud Al-Badri radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ بِالآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِى لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ

Siapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka ia akan diberi kecukupan.” (HR. Bukhari dan Muslim)





Hadits diatas dapat kita jadikan hujjah atau dalik tentang keutamaan dua ayat terakhir surat Al-Baqarah yang jika kita baca setiap malam.

Para ulama juga tidak hanya menyebutkan bahwa siapa yang membaca dua ayat terakhir surat Al-Baqarah, maka Allah akan memberikan kecukupan baginya untuk urusan dunia dan akhiratnya, tetapi juga kita yang membaca akan dijauhkan dari kejelekan. Dan ada juga ulama yang mengatakan bahwa dengan membaca ayat tersebut iman kita akan senantiasa diperbaharui karena di dalam ayat itu ada sikap pasrah kepada Allah Ta'ala. Serta dapat dijadikan pengganti zikir dan do'a.

Al-Qadhi ‘Iyadh menyatakan bahwa makna hadits bisa jadi dengan membaca dua ayat terakhir surat Al-Baqarah akan mencukupkan dari shalat malam. Atau orang yang membacanya dinilai menggantungkan hatinya pada Al-Qur’an. Atau bisa pula maknanya terlindungi dari gangguan setan dengan membaca ayat tersebut. Atau bisa jadi dengan membaca dua ayat tersebut akan mendapatkan pahala yang besar karena di dalamnya ada pelajaran tentang keimanan, kepasrahan diri, penghambaan pada Allah dan berisi pula do’a kebaikan dunia dan akhirat. (Ikmal Al-Mu’allim, 3: 176, dinukil dari Kunuz Riyadhis Sholihin, 13: 83).

Imam Nawawi sendiri menyatakan bahwa maksud dari memberi kecukupan padanya –menurut sebagian ulama- adalah ia sudah dicukupkan dari shalat malam. Maksudnya, itu sudah pengganti shalat malam. Ada juga ulama yang menyampaikan makna bahwa ia dijauhkan dari gangguan setan atau dijauhkan dari segala macam penyakit. Semua makna tersebut kata Imam Nawawi bisa memaknai maksud hadits. Lihat Syarh Shahih Muslim, 6: 83-84.

Keutamaan Membaca 2 Ayat Terakhir Surah Al-Baqarah Pada Malam Hari

Bismillahi wa sholatu wasallamu 'alaa Rasulillah Muhammadin Shollallahu 'alaihi wasallam wa 'alaa alihi washahbihi ajma'in. ...

Friday, May 13, 2016

Menyebut nama Umar bin al-Khattab, nalar kita begitu reflek membayangkan sosok pemimpin yang tegas, adil, dan karismatik. Ditambah perawakan Umar yang tinggi-besar dan bersuara lantang. Menjadikan figurnya seolah-olah pemimpin di kisah-kisah dongeng yang begitu ideal. Ya, Umar memang seorang yang adil. Dia juga tegas. Dan dia berhasil memakmurkan rakyatnya.

Aahh.. kiranya Umar hadir di zaman sekarang.. seloroh sebagian orang sebagai keluh keputus-asaan akan sosok pemimpin idaman.

Kita bersyukur banyak kaum muslimin mencintai sosok Umar. Mereka mencintai sahabat Nabi ﷺ yang mulia. Nomor dua kedudukannya jika dirunut bersama Abu Bakar, radhiallahu ‘anhuma. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu pernah berkata, “Aku mencintai Nabi ﷺ, mencintai Abu Bakar, dan mencintai Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka (di hari kiamat) lantaran kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.” (HR. Bukhari, No. 3688).

Selain dikenal tegas, Umar juga memiliki sifat lembut dan kasih sayang kepada rakyatnya.

Umar Takut Jika Menelantarkan Rakyatnya

Muawiyah bin Hudaij radhiallahu ‘anhu datang menemui Umar setelah penaklukkan Iskandariyah. Lalu ia menderumkan hewan tunggannya. Kemudian keluarlah seorang budak wanita. Budak itu melihat penat Umar setelah bersafar. Ia mengajaknya masuk. Menghidangkan roti, zaitun, dan kurma untuk Umar. Umar pun menyantap hidangan tersebut. Kemudian berkata keapda Muawiyah, “Wahai Muawiyah, apa yang engkau katakan tadi ketika engkau mampir di masjid?” “Aku katakan bahwa Amirul Mukminin sedang tidur siang”, jawab Muawiyah. Umar berkata, “Buruk sekali apa yang engkau ucapkan dan alangkah jeleknya apa yang engkau sangkakan. Kalau aku tidur di siang hari, maka aku menelantarkan rakyatku. Dan jika aku tidur di malam hari, aku menyia-nyiakan diriku sendiri (tidak shalat malam). Bagaimana bisa tertidur pada dua keadaan ini wahai Muawiyah?”1.

Mungkin Muawiyah bin Hudaij bermaksud kasihan kepada Umar. Ia ingin Umar beristirahat karena capek sehabis bersafar. Rakyat pun akan memaklumi keadaan itu dan juga kasihan kepada pemimpinnya, sehingga mereka rela jika Umar beristirahat. Tetapi Umar sendiri malah khawatir kalau hal itu termasuk menghalangi rakyatnya untuk mengadukan keinginannya mereka kepadanya.

Umar berkata, “Jika ada seekor onta mati karena disia-siakan tidak terurus. Aku takut Allah memintai pertangung-jawaban kepadaku karena hal itu2.

Karena onta tersebut berada di wilayah kekuasaannya, Umar yakin ia bertanggung jawab atas keberlangsungan hidupnya. Ketika onta itu mati sia-sia; karena kelaparan, atau tertabrak kendaraan, atau terjerembab di jalanan karena fasilitas yang buruk, Umar khawatir Allah akan memintai pertanggung-jawaban kepadanya nanti di hari kiamat. Subhanallah… kalau rasa tanggung jawab kepada hewan pun sampai demikian, bagaimana kiranya kepada manusia? Semoga Allah meridhai dan senantiasa merahmati Anda wahai Amirul Mukminin…

Berkaca pada keadaan kita jalan berlubang sehingga banyak yang celaka, banjir, macet, tidak aman di jalanan, dan lain sebagainya. Diklaim sebagai pemimpin yang adil dan amanah. Memang standarnya berbeda.

Pada saat haji terakhir yang ia tunaikan dalam hayatnya, Umar radhiallahu ‘anhu duduk bersimpuh kemudian membentangkan rida’nya. Ia mengangkat tinggi kedua tangannya ke arah langit. Ia berucap, “Ya Allah.. sungguh usiaku telah menua dan ragaku kian melemah, sementara rakyaku semakin banyak (karena wilayah Islam meluas pen.), cabutlah nyawaku dalam keadaan tidak disia-siakan.”3

Perhatian Terhadap Rakyat

Perhatian Umar terhadap rakyatnya benar-benar membuat kita kagum dan namanya pun kian mengharum, mulia bagi mereka pembaca kisah kepemimpinannya. Doa-doa rahmat dan ridha untuknya begitu deras mengalir. Siang-malam ia pantau keadaan rakyatnya. Ia benar-benar sadar kepemimpinan itu adalah melayani. Kepemimpinan bukan untuk menaikkan status sosial, menumpuk harta, yang akan menghasilkan kehinaan di akhirat semata.

Orang hari ini kenal belusukan sebagai ciri pimpinan peduli, Umar telah melakukannya sejak dulu dengan ketulusan hati. Ia duduk bersama rakyatnya, mengintipi keadaan mereka, dan menanyai hajat kebutuhan. Kepada yang kecil atau yang besar. Kepada yang kaya atau yang miskin. Ia tidak pernah memberikan batas kepada mereka semua.

Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan, “Setiap kali shalat, Umar senantiasa duduk bersama rakyatnya. Siapa yang mengadukan suatu keperluan, maka ia segera meneliti keadaannya. Ia terbiasa duduk sehabis shalat subuh hingga matahari mulai naik, melihat keperluan rakyatnya. Setelah itu baru ia kembali ke rumah”.4

Sebagian rakyat ada yang merasa enggan mengadukan permasalahannya. Mereka segan karena betapa wibawanya Umar. Kemudian beberapa orang sahabat; Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, az-Zubair bin al-Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Saad bin Abi Waqqash ingin memberi tahu Umar tentang hal ini. Dan majulah Abdurrahman bin Auf yang paling berani untuk membuka pembicaraan dengan Umar.

Serombongan sahabat ini berkata, “Bagaimana jika engkau (Abdurrahman) berbicara kepada Amirul Mukminin. Karena ada orang yang ingin dipenuhi kebutuhannya, namun segan untuk berbicara dengannya karena wibawanya. Sehingga ia pun pulang menahan keperluannya.

Abdurrahman pun menemui Umar dan berbicara kepadanya. “Amirul Mukminin, bersikaplah lemah lebut kepada orang-orang. Karena ada orang yang hendak datang menemuimu, namun suara mereka untuk memberi tahu kebutuhan, tercekat oleh wibawamu. Mereka pun pulang dan tidak berani bicara”, kata Abdurrahman.

Umar radhiallahu ‘anhu menanggapi, “Wahai Abdurrahaman, aku bertanya kepadamu atas nama Allah, apakah Ali, Utsman, Thalhah, az-Zubair, dan Saad yang memintamu untuk menyampaikan hal ini?” “Allahumma na’am”, jawab Abdurrahman.

“Wahai Abdurrahman, demi Allah, aku telah bersikap lemah lembut terhadap mereka sampai aku takut kepada Allah kalau berlebihan dalam hal ini. Aku juga bersikap tegas kepada mereka, sampai aku takut kepada Allah berlebihan dalam ketegasan. Lalu, bagaimana jalan keluarnya?” Tanya Umar. Abdurrahman pun menangis. Lalu mengusapkan rida’nya menghapus titik air mata. Ia berucap, “Lancang sekali mereka. Lancang sekali mereka”.5

Adapun bagi masyarakat yang tinggal jauh dari Kota Madinah; seperti penduduk Irak, Syam, dll. Umar sering bertanya tentang keadaan mereka, kemudian memenuhi kebutuhan mereka. Umar mengirim utusannya untuk meneliti keadaan orang-orang di luar Madinah.

Terkadang, Umar juga mengadakan kunjungan langsung. Melihat sendiri keadaan rakyat di bawah kepengurusan gubernurnya. Umar memenuhi kebutuhan mereka dengan sungguh-sungguh. Sampai-sampai ia berkeinginan janda-janda yang tidak memiliki orang yang menanggung merasa cukup dengan bantuannya sehingga tidak butuh kepada laki-laki lainnya.6

Penutup

Inilah seorang pemimpin yang memerankan kepemimpinan dalam arti sebenarnya. Ia memberikan teladan dalam perkataan dan perbuatan. Seorang yang shaleh secara pribadi dan cakap dalam kepemimpinan.

Sesuatu yang perlu kita sadari, pemimpin adalah kader dari masyarakatnya. Umar bin al-Khattab adalah kader dari masyarakatnya. Dan setiap masyarakat akan mengkader pemimpin mereka sendiri. Masyarakat yang baik akan melahirkan kader yang baik, sehingga sekumpulan kader-kader yang baik ini akan menunjuk yang terbaik di antara mereka untuk memimpin mereka. Dan masyarakat yang jelek akan melahirkan kader yang serba kekurangan. Lalu mereka menunjuk pemimpin berdasarkan hawa nafsu dan kepentingan.

Keterngan:

1. Az-Zuhd oleh Ahmad bin Hanbal, Hal: 152. Madar atsar ini adalah Ali Musa bin Ulya al-Lakhmi. Adz-Dzahabi mengomentarai bahwa dia orang yang tsabit dan shaleh (al-Kasysyaf, 2: 306). Menurut Ibnu Hajar shaduq walaupun mungkin keliru dan rijal yang lain pada riwayat Ahmad tsqat. Atsar ini hasan.

2. Ath-Thabaqat oleh Ibnu Saad, 3: 305. Mushannaf oleh Ibnu Abi Syaibah, 7: 99. Tarikh ath-Thabari, 2: 566. Tarikh Dimasyq oleh Ibnu Asakir, hal: 304. Atsar ini hasan li ghairihi karena banyak jalan yang menguatkannya.

3. Diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwaththa 21: 2, dll.

4. Ath-Thabaqat oleh Ibnu Saad, 3: 288. Tarikh ath-Thabari, 2: 565-566. Atsar ini hasan.

5. Ath-Thabaqat oleh Ibnu Saad, 3: 287. Tarikh ath-Thabari, 2: 568.  Dll. Atsar ini hasan.

6. Adabul Mufrad oleh Bukhari, Hal: 353. Dll.

Sumber: Kisah Para Sahabat Nabi Saw di Android Aplikasi.








Kasih Sayang Khalifah Umar Kepada Rakyatnya

Menyebut nama Umar bin al-Khattab, nalar kita begitu reflek membayangkan sosok pemimpin yang tegas, adil, dan karismatik. Ditambah perawakan...

Tuesday, May 10, 2016

 Segala kekuatan makar dan unsur jahat di Indonesia, kini secara intensif sedang mengokohkan eksistensinya. Pada 22/4/2016 lalu, kekuatan zionis menggelar perayaan paskah, yaitu perayaan keluarnya bani Israel dari Mesir saat dikejar Fir’aun, di Hotel PullmanJakarta. Hadir dalam perayaan tersebut wakil Menlu AS Antony Blinken, Ketum Ikatan Muballigh Seluruh Indonesia, Yayan Hendrayana, Zawawi Suat, dan Ketum GPII Karman. Selain zionis, kekuatan makar komunis gencar propagandakan bangkitnya PKI melalui kaos bergambar palu arit dengan slogan, PKI dipalu makin maju, PKI diarit makin bangkit’. Dan yang mengkhawatirkan, kolaborasi PDIP dan NU pimpinan Said Aqil Siradj untuk mengganti Pancasila dengan “Kembali ke Pancasila 1 Juni 1945”. Sementara kekuatan jahat Kristen, dengan berbagai manuver Ahok dan Hari Tanoe mengelabui umat Islam untuk meraih ambisi kepemimpinan Indonesia. Tokoh ormas Islam yang tertipu, Syafii Maarif dan Said Aqil Siradj mendukung mereka dengan pernyataan kekafiran: “puluhan juta malaikat yang diutus Yesus akan melindungi Ahok,” kata Syafii. Senada dengan itu, Said Aqil bilang, “lebih baik pemimpin kafir yang jujur daripada muslim koruptor.”

Kini bangsa Indonesia sedang merasakan akibat buruk dari penyimpangan terhadap agama Allah. Berbagai kerusakan menimpa rakyat negeri ini. Kyainya rusak, pejabat negara tidak bermoral, perempuan jadi korban zina, pemuda dan anak digrogoti narkoba, sedang penguasanya zalim menggadaikan kedaulatan negara pada asing, Komunis China.

Dimanakah umat Islam? Sudah menjadi watak semua umat beragama yang menyimpang dari agama Allah, pasti akan dikalahkan oleh kekuatan jahat. Hari ini umat Islam sedang merana, galau, menderita lahir batin menyaksikan sepak terjang orang-orang kafir. Sebagai kekuatan penjaga agama Allah dan kedaulatan NKRI, umat Islam merasa tidak berdaya, tersingkir dari kekuasaan negara dan dikroyok orang-orang kafir.

Dalam kondisi lemah tak berdaya, bagaimana memenangkan agama Allah menurut sunnatullah, bukan menurut angan-angan dan hawa nafsu kita, dan bukan pula menurut aturan dan UU parpol yang terus menerus mengkhianati aspirasi rakyat? Bagaimana pula melahirkan generasi muda dengan predikat ‘fityatun amanu birabbihim wazidnahum huda (pemuda-pemuda beriman yang diberi petunjuk oleh Allah, surat Alkahfi, 13), yang bisa menginspirasi kekuatan umat Islam untuk bangkit menyuarakan kebenaran dan meraih kekuasaan negara sesuai syariat Islam?

Proses kemengan itu tidak mudah. Harus ada figur orang-orang shalih, yang terpuji dan teruji pengalan dan ilmunya, yang siap berkorban memperjuangkan agama Allah.

“Sungguh segala yang ada di muka bumi ini Kami jadikan hiasan bagi bumi. Dengan kesenangan dunia ini Kami menguji manusia, siapa di antara mereka yang paling taat kepada Allah. (QS Al-Kahfi (18) : 7). 
Renungkan ayat ini dan perhatikan kondisi negara-negara berbasis mayoritas muslim di seluruh dunia. Apakah dengan segala kekayaan dunia yang dianugerahkan Allah, berupa tanah yang luas dan subur makmur, keadaan pemerintahannya lebih baik dari negeri kafir? Ternyata penguasanya bukan mengajak rakyatnya bertakwa pada Allah, malah mengadopsi sistem kuffar, sehingga tidak bisa menjadi contoh yang baik, maju, sebaliknya menjadi olok-olokan sebagai negeri terbelakang, intoleran, zalim, tidak aspiratif dllnya. Sementara rakyatnya digiring keprilaku hewan, tidak bermoral, membenci agama, sehingga berbagai azab Allah datang menerpa.

Bukan itu saja, sikap para penguasa pada rakyat muslim mencontoh kejahatan penguasa kafir. Umat Islam yang berjihad melawan orang kafir malah diposisikan sebagai musuh yang harus dimusnahkan. Diseru supaya menegakkan syariat Islam dituduh radikal. Para ulama, kyai, dan tokoh ormas, ramai-ramai menjadi orang munafik. Di Jawa Timur muncul gerakan anti khilafah, menurunkan spanduk berbendera Lailaha illallah, sementara mereka bungkam menyaksikan kesesatan Syiah dan kejahatan komunis yang sekarang muncul dengan slogan ‘anak zaman melahirkan zaman baru’ melalui seminar, simposium, pemutaran film PKI dll.

Di Indonesia, penderitaan paling dahsyat yang dirasakan umat Islam setelah penjajahan kolonial adalah munculnya orang-orang kafir bermental komunis menjadi gubernur, bupati, walikota, memimpin mayoritas umat Islam.

Oleh karena itu, memunculkan model pemimpin yang taat beragama, jujur, punya kapasitas negarawan, pemberani, di tengah-tengah kebobrokan umat Islam dan kecongkakan orang kafir, sangat penting dan prinsipil. Seorang pemimpin dengan karakter “basthatan fil ilmi wal jismi (luas ilmunya, salih, dan kuat mental serta fisiknya)”.

Pemimpin seperti dijanjikan: “Tatkala Ibrahim diuji oleh Tuhannya untuk melaksanakan beberapa perintah, maka ia melaksanakan semua perintah itu. Allah berfirman: “Wahai Ibrahim, sungguh Aku pasti menjadikan engkau sebagai rasul Allah bagi kaummu.” Ibrahim berkata: “Apakah juga ada di antara keturunanku yang dijadikan rasul Allah?” Allah berfirman: “Wahai Ibrahim, keturunanmu yang berbuat syirik tidak akan memperoleh janji-Ku untuk menjadi rasul-Ku bagi umat manusia.” (QS Al-Baqarah (2) : 124)

Jika pemimpin yang muncul tidak memiliki ketaatan pada Allah, sampai kiamat kita tidak akan ditolong oleh Allah. Apalagi sekarang muncul tokoh-tokoh munafik yang justru menyodorkan kepemimpinan dipegang orang kafir, Allah bertambah murka. Jika ingin memperbaiki Indonesia dengan meminta tolong pada orang kafir, baik kafir China, Rusia, atau Amerika, maka sama saja dengan mengundang azab dan malapetaka.

Kepemimpinan Islam boleh jadi akan muncul dari sosok ulul albab yang berasal dari pesantren, perguruan tinggi, atau bahkan cendekiawan lulusan Harvard atau Timur Tengah. Selama mereka berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah Nabi Shallalahu alaihi wa sallam. Sebab pangkal kelemahan dan kehancuran umat Islam karena meninggalkan dua warisan ini: Qur’an dan Sunnah. Maka adanya upaya para intelektual muslim untuk bekerja keras melahirkan pemimpin muslim yang berpegang teguh pada akhlak dan syariat Islam haruslah didukung sepenuhnya oleh umat Islam, bukan dijegal dengan alasan politik atau kepentingan pragmatis oportunistik.

Serial kajian malam Jum’at, 28/4/2016, di Masjid Raya Ar Rasul, Jogjakarta.

Narsum: Amir Majelis Mujahidin Al Ustadz Muhammad Thalib.

Notulen: Irfan S Awwas

(*/arrahmah.com)

Judul mengalami perubahan

Judul Asli : Pemimpin yang terpuji dan teruji






Dimanakah Ummat Islam?

  Segala kekuatan makar dan unsur jahat di Indonesia, kini secara intensif sedang mengokohkan eksistensinya. Pada 22/4/2016 lalu, kekuatan z...

Saturday, May 7, 2016

Ingin tahukah kisah nyata seperti apa yang membenarkan, true story kalau membaca shalawat memiliki faedah dan keutamaan yang tak seorang pun menyangkanya.

Kisahnya


ada suatu hari, Abu Laits Samarqandi sedang melakukan perjalanan bersama ayahnya. Dalam perjalanan tersebut, ternyata takdir Allah SWT menentukan lain.

Ayahnya jatuh sakit dan tak lama kemudian ayahnya akhirnya meninggal dunia. Lokasi meninggal ayahnya itu sangat jauh dari pemukiman penduduk.

Kini tinggallah Abu Laits seorang diri. Ia sangat sedih dan berharap muncul rombongan kafilah yang bisa ia mintai tolong untuk merawat jenazah ayahnya tersebut.



Kesedihan Abu Laits kian bertambah setelah dalam waktu yang sekejap saja, jenazah ayahnya di bagian wajah tiba-tiba saja menghitam.
"Astaghfirulloh...., ada apa dengan wajah ayahku?" Ya Allah...ampuni dosa dan kesalahan ayahku, "kata Laits dalam hati dengan penuh tanya.


Mimpi Rasulullah SAW


Sambil menunggu rombongan kafilah datang, Abu Laits yang kelelahan dan tak terasa tertidur di samping jenazah ayahnya. Dalam tidurnya tersebut, ia bermimpi didatangi oleh sosok pemuda yang tampan.

Abu Laits bertanya,
"Siapakah Saudara?"
"Aku adalah Muhammad bin Abdullah, "jawab pemuda itu yang ternyata adalah Rasulullah SAW.

Maka mengertilah Abu Laits, bahwa yang hadir dalam mimpinya tersebut adalah utusan Allah SWT. Hatinya merasa sangat gembira sekali.
"Ya Rasulullah SAW, apa yang terjadi dengan jenazah ayahku?" tanyanya.

"Aku datang karena hendak menziarahi jenazah ayahmu, dan izinkan aku untuk membuka kain di wajah ayahmu, "jawab Nabi SAW.

Setelah diizinkan, Rasulullah SAW kemudian berdoa kepada Allah SAW. Seketika itu juga, Abu Laits melihat jenazah pada bagian wajah ayahnya yang semula gelap menjadi putih bercahaya.

Karena penasaran, Abu Laits kemudian memberanikan diri untuk bertanya kepada Rasulullah SAW.

"Wahai Rasulullah SAW, apakah yang menyebabkan wajah ayahku menjadi hitam?" tanya Abu Laits.
"Ayahmu semasa hidup telah berbuat dosa dalam keadaan orang lain tidak mengetahuinya. Namun ketika malam hari, dimana orang lain telah tidur dengan lelapnya, dia bangun dan merintih kepada Allah SWT. Dia mengadu kepada Allah SWT akan hal dirinya yang sering berbuat dosa karena tak mampu melawan hawa nafsunya. Ayahmu juga senantiasa basah lidahnya dengan bershalawat untukku. Oleh sebab itu, pada hari kematiannya, Allah SWT memerintahkan aku untuk menziarahi mayatnya, "jelas Nabi SAW.




Keutamaan Shalawat


Rasulullah SAW bersabda,
"Orang yang senantiasa bertobat atas dosanya, maka seperti orang yang tiada dosa. Namun dalam keadaan bertobat, hendaklah tobat yang sebenar-benarnya dan hati yang tulus ikhlas."

Terdapat banyak kelebihan bershalawat. Di antaranya Rasulullah SAW pernah bersabda,
"Orang yang paling utama bagiku di hari kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat untukku. Barangsiapa yang membaca shalawat 100 kali untukku pada hari Jumat, kelak pada hari kiamat, dia datang dengan wajah yang bersinar-sinar. Sekiranya sinar itu dibagi-bagikan kepada semua makhluk, niscaya mencukupi."

Hebat sekali keutamaan membaca shalat ini. Mari membiasakan diri untuk rajin membaca shlawat setiap hari sekuatnya dan sebanyak-banyaknya.

Kisah Nyata Keutamaan Shalawat Nabi

Ingin tahukah kisah nyata seperti apa yang membenarkan, true story kalau membaca shalawat memiliki faedah dan keutamaan yang tak seorang pun...

 

Tekno Ilmu © 2015 - Blogger Templates Designed by Templateism.com, Plugins By MyBloggerLab.com